Tanjungpinang (ANTARA) - Tata kelola sumber daya alam (SDA) di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, buruk sehingga melahirkan aktivitas pertambangan ilegal, kata pengamat lingkungan, Kherjuli.

"Beberapa tahun lalu lalu hingga 2019 terjadi pertambangan bauksit ilegal, kemudian sekarang dihebohkan dengan pertambangan pasir ilegal. Semestinya disadari pemda, ini bukan sesuatu yang baik," ujarnya di Tanjungpinang, Rabu.

Kherjuli yang juga Direktur Lembaga Air, Lingkungan dan Manusia, mengemukakan, permasalahan pengelolaan SDA di Bintan bukan baru terjadi, melainkan sudah puluhan tahun yang lalu. Pertambangan pasir ilegal yang terjadi di Galang Batang, Teluk Bakau dan Malang Rapat tidak akan terjadi jika pemerintah bersikap tegas.

Semestinya pemerintah daerah merasa malu karena ada aktivitas ilegal di wilayah kerjanya.

"Akan lebih malu lagi jika pertambangan ilegal itu tidak dapat dihentikan, terlepas siapa pun yang melindunginya. Negara tidak boleh tunduk dengan pelaku tambang ilegal," katanya.

Tindakan pemerintah dimulai dari imbauan, teguran hingga razia tidak akan menimbulkan efek jerah, termasuk tindakan represif oleh pihak kepolisian yang pernah dilakukan belum lama ini. Hal itu disebabkan pasir dibutuhkan masyarakat dan pemerintah.

"Konsumennya jelas, karena dibutuhkan setiap hari. Ada kebutuhan yang pasti, yang harus dipenuhi sehingga bukan hanya satu atau dua orang yang nekat melakukan pertambangan ilegal," tuturnya.

Baca juga: Membongkar drama pertambangan pasir ilegal di Bintan

Baca juga: Pengusaha bantah sebagai pimpinan kartel pasir ilegal Bintan

Baca juga: Pasir ilegal di Bintan rugikan masyarakat


Menurut dia, jalan keluar yang harus ditempuh pemerintah untuk menjaga wibawa negara yakni memperbaiki tata kelola SDA. Pemda harus menetapkan kawasan pertambangan pasir darat dalam waktu yang cepat di kawasan yang memiliki potensi pasir yang besar.

Penetapan kawasan pasir darat itu sebagai upaya mencegah konflik pertambangan, konflik lahan dan konflik sosial.

"Ijin pertambangan rakyat dapat diberikan di kawasan yang memiliki potensi pasir. Ini 'kan tidak sulit. Jika terbentur dengan Perda RTRW, maka perlu diperbaiki, disesuaikan dengan kebutuhan," katanya.

Berdasarkan penelusuran ANTARA, puluhan truk membawa pasir dari kawasan Galang Batang dan Teluk Bintan. Pasir tersebut diantar ke sejumlah toko bangunan di Tanjungpinang dan Bintan.

Aktivitas penambangan tidak dilakukan di tepi jalan di kawasan Galang Batang melainkan di area dalam.

Sebelumnya, Kapolres Bintan AKBP Boy Herlambang berulang kali memperingatkan agar tidak melakukan penambangan pasir ilegal. Dua lokasi penambangan berskala besar juga sudah ditutup.

"Kami sudah mengambil tindakan. Jika masih ada, kami akan mengambil tindakan tegas," ujarnya.

Kepala Satreskrim Polres Bintan AKP Agus Hasanudin menegaskan pihaknya sudah menyita sejumlah peralatan yang digunakan untuk menambang pada akhir pekan lalu.

"Kami sudah ambil tindakan tegas," ucapnya.

Camat Gunung Kijang, Arif Sumarsono tidak habis pikir kenapa begitu berani penambang melakukan aktivitas ilegal. Ia sudah berkoordinasi dengan Satpol PP, Dinas PTSP Bintan dan Dinas ESDM Kepri untuk menangani persoalan itu.

Arif mengatakan pihaknya sudah berulang kali menegur para penambang pasir ilegal.

Akhir tahun 2019 Bupati Bintan Apri Sujadi juga sudah merespons aspirasi dari sopir truk yang mengeluh tidak dapat bekerja jika tambang pasir ditutup. Bupati menginginkan adanya solusi setelah para penambang pasir dan para pihak yang terlibat permasalahan ini diundang dalam rapat.

"Bupati inginkan ada solusi dari rapat yang dihadiri para pihak yang berkompeten," katanya.*

Baca juga: Tambang pasir ilegal merajalela di Bintan

Baca juga: Mendorong negara berantas pertambangan bauksit ilegal

Baca juga: Menelusuri pelaku pertambangan bauksit ilegal di Bintan

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020