Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Dr Emrus Sihombing menegaskan penegakan hukum atas aturan physical distancing, yakni menjaga jarak fisik dalam masyarakat jika semakin cepat diterapkan akan semakin baik.

"Saya mengapresiasi pemerintah yang selama ini mengedepankan langkah persuasif, humanis, dalam penegakan 'physical distancing'. Benar, istilah ini lebih tepat ketimbang 'social distancing'," katanya, saat dihubungi dari Jakarta, Senin.

Emrus memahami langkah persuasif pemerintah tersebut karena berada dalam lingkup negara demokrasi sehingga tidak mungkin dengan mudah memaksakan aturan seperti di negara otoriter.

Persoalannya, Direktur Eksekutif Emrus Corner itu menilai kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya melaksanakan "physical distancing" masih sangat kurang.

"Ya, tidak semua memang. Tetapi, banyak masyarakat masih yang tidak sadar, tidak paham. Maka menurut saya, ketegasan pemerintah diperlukan sekarang ini," katanya.

Semakin cepat pemerintah melalui aparat keamanan melaksanakan aturan "physical distancing" secara tegas, kata dia, maka semakin baik.

Baca juga: DPR: "rapid test" sumbangan fraksi, tak gunakan dana APBN
Baca juga: Bupati Bogor tolak "rapid test" di Stadion Pakansari


Apalagi, Emrus mengatakan Kapolri sudah mengeluarkan maklumat terkait kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran virus Corona.

Artinya, kata dia, aparat keamanan bisa menindak masyarakat yang masih membandel dan tidak mematuhi aturan "physical distancing" sesuai dengan aturan yang berlaku.

Emrus mengingatkan bahwa ketegasan ini diperlukan untuk menekan dan meniadakan penyebaran virus Corona atau demi melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat banyak.

Sebelumnya, pada Kamis 19 Maret 2020, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengeluarkan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Penyebaran Virus COVID-19.

Baca juga: Psikolog: Mood booster kurangi stres saat swa-isolasi cegah COVID-19

Ada enam poin yang ditekankan dalam maklumat itu.

Dalam maklumat disebutkan bahwa untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, Polri senantiasa mengacu asas keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esto) dengan ini Kepala Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan maklumat:

1. Tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan sendiri, yaitu :
a. Pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, dan kegiatan lainnya yang sejenis;
b. Kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran dan resepsi keluarga.
c. Kegiatan olah raga, kesenian dan jasa hiburan
d. Unjuk rasa, pawai dan karnaval, serta,
e. Kegiatan lainnya yang sifatnya berkumpulnya massa.
2. Tetap tenang dan tidak panik serta lebih meningkatkan kewaspadaan di lingkungan masing-masing dengan selalu mengikuti informasi dan imbauan resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

3. Apabila dalam keadaan mendesak dan tidak dapat dihindari, kegiatan yang melibatkan banyak orang dilaksanakan dengan tetap menjaga jarak dan wajib mengikuti prosedur pemerintah terkait pencegahan penyebaran covid-19.

4. Tidak melakukan pembelian dan/atau menimbun kebutuhan bahan pokok maupun kebutuhan masyarakat lainnya secara berlebihan.

5. Tidak terpengaruh dan menyebarkan berita-berita dengan sumber tidak jelas yang dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.

6. Apabila ada informasi yang tidak jelas sumbernya dapat menghubungi kepolisian setempat.

Baca juga: PDIB: Presiden Jokowi agar deklarasikan perang semesta lawan COVID-19
Baca juga: Komisi I DPR kawal Kemhan-TNI soal bantuan alat kesehatan Tiongkok

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020