kasus aktif yang harus jadi hitungan pemerintah yakni angka kumulatif kasus COVID-19 dikurangi angka kematian dan angka pasien sembuh. Jika tren kasus aktif turun, pelonggaran bisa dilakukan.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan bahwa kelonggaran bekerja bagi warga berusia 45 tahun ke bawah perlu diputuskan dengan pertimbangan keilmuan, pendampingan ahli pandemi, dan basis data yang akurat.

Terlebih kebijakan itu akan dilakukan saat kasus COVID-19 di Indonesia belum mèreda.

Dalam webinar di Jakarta, Senin, Faisal mengatakan kebijakan pelonggaran bisa efektif jika kasus baru harian dan jumlah kematian harian turun secara konsisten dalam satu hingga dua minggu.

"Tapi kemarin angka kematian naik lagi jadi 55 kasus. Jadi angka new cases kita fuktuatif," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan belum ada pelonggaran PSBB

Ia menjelaskan kasus aktif yang harus jadi hitungan pemerintah yakni angka kumulatif kasus COVID-19 dikurangi angka kematian dan angka pasien sembuh. Jika tren kasus aktif turun, pelonggaran bisa dilakukan.

Namun, pelonggaran pun tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengulangi kejadian di Iran di mana negara itu kecolongan terjadi pelonggaran saat kasus aktif mulai menurun. Sayangnya, karena lengah, kasus aktif pun kembali meningkat.

Faisal menegaskan perlu dilakukan tes semaksimal mungkin guna mengetahui kondisi yang sesungguhnya. Tes masif harus dilanjutkan dengan tracing, tracking, kemudian barulah dilakukan treatment. Rangkaian tersebut dinilainya tidak bisa lagi ditawar.

"Nanti di daerah mudik, mereka yang membawa virus itu akan berjejer di lapangan atau tenda untuk perawatan karena tidak ada cukup tempat. Dokter pun sudah lelah karena sudah dua bulan tidak pulang. Maka tolong empatinya juga bagi saudara kita yang sudah disiplin dua bulan," katanya.

Baca juga: Faisal Basri kritik proyeksi IMF terkait pertumbuhan ekonomi 2021

Faisal berharap Presiden Jokowi bisa menunjuk satu komandan yang benar-benar bisa memimpin penanganan wabah COVID-19 di Tanah Air.

"Kita tidak punya komandan perang karena setiap orang punya komando sendiri untuk menghadapi musuh. Kita niscaya akan kalah makanya komandan harus jelas. Pak Jokowi tolong tunjuk satu komandan yang beneran komandan. Yang lain agar tutup mulut," katanya.


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020