Lima tahun sebelum jadi menteri saya mendengar langsung keluhan masyarakat pesisir, dari Sabang sampai Merauke, banyak yang mengeluh ke DPR. Semangat awalnya sebenarnya saya ingin menghidupkan kembali lapangan kerja mereka
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyatakan, regulasi terkait komoditas lobster, yang mencakup antara lain budidaya dan ekspor benih lobster dengan syarat ketat, merupakan kebijakan yang terukur dan terkendali.

"Hakekat peraturan ini sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat," kata Edhy Prabowo dalam seminar daring, Kamis.

Menurut Edhy Prabowo, sebagai pengandaian, jika ada 100 juta benih lobster yang diambil oleh masyarakat dan dijual dengan harga Rp5.000, maka akan muncul perputaran uang sebesar Rp500 miliar.

Ia menegaskan bahwa keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua kutub yang bisa disatukan.

Menteri mengungkapkan latar belakang terbitnya Permen KP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Itu berawal dari pengalamannya saat menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR. Ia mendengar berbagai keluhan masyarakat pesisir selama kurun waktu 2014 - 2019, terutama masyarakat yang terdampak larangan pemanfaatan benih lobster untuk budidaya.

"Lima tahun sebelum jadi menteri saya mendengar langsung keluhan masyarakat pesisir, dari Sabang sampai Merauke, banyak yang mengeluh ke DPR. Semangat awalnya sebenarnya saya ingin menghidupkan kembali lapangan kerja mereka," ujar Edhy.

Atas dasar tersebut, Menteri kemudian membentuk tim dan melakukan kajian publik, kajian akademis serta melihat langsung ke lapangan. Bahkan, ia juga melakukan pengecekan ke Unversitas Tasmania, tempat penelitan lobster di Australia.

Hasilnya, dia menemukan adanya manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat dari komoditas lobster tanpa harus menghilangkan faktor keberlanjutannya.

Sebagai gambaran, disebutkan bahwa di Universitas Tasmania lobster bisa menghasilkan hingga empat juta telur selama musim panas yang berlangsung selama empat bulan, atau sejuta telur per bulan.

"Ini lah yang semakin meyakinkan saya bahwa dalam rangka membangun industri lobster di Indonesia adalah keharusan dan suatu hal yang tepat. Memang ada kekhawatiran, makanya ada kontrol pengawasan komunikasi dua arah," jelasnya.

Terkait beleid ekspor benih di Permen KP nomor 12 tahun 2020, ia memastikan bahwa dirinya tetap mengutamakan aspek budidaya. Hal ini ditunjukkan melalui syarat ketat seperti sebelum mengekspor, siapapun harus melakukan budidaya terlebih dahulu.

Sementara untuk pembudidaya, juga diwajibkan untuk melakukan restocking ke alam sebesar dua persen dari hasil panennya.

"Ini aturan yang kita buat akan ada pemantauan dan pengawasan, setahun ada pemantauan dan evaluasi ke depan," katanya.

Sebelumnya, Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Muhammad Arifudin, menyatakan, setelah KKP memperbolehkan kembali ekspor benih lobster, maka penetapan badan usaha yang diperbolehkan melakukan ekspor benih lobster harus benar-benar selektif.

Dalam aturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 disebutkan pengeluaran benih lobster dari Indonesia hanya boleh dilakukan oleh ekportir yang telah melakukan kegiatan pembudidayaan lobster, yang ditunjukan dengan bukti telah melakukan panen secara berkelanjutan dan telah melepasliarkan lobster sebanyak dua persen dari hasil pembudidayaan dengan ukuran sesuai hasil panen.

Saat ini KKP telah memberikan rekomendasi kepada sebanyak sembilan perusahaan calon eksportir benih.

Baca juga: Menteri KP: Ekspor benih lobster diperbolehkan, namun ini syaratnya

Baca juga: KKP diharapkan perkuat pengawasan ekspor benih lobster ilegal

Baca juga: Peneliti: Penetapan perusahaan pengekspor benih lobster mesti selektif


 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020