Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle.....
Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkap alasan teknis terkait video teguran Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para menterinya dalam Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni 2020 yang baru dipublikasikan pada 28 Juni 2020 atau berselang 10 hari sesudahnya.

"Itu persoalan teknis, saya pikir tidak terlalu penting hanya teknis," kata Moeldoko dalam wawancara dengan ANTARA di kantornya Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.

Video terkait Arahan Tegas Presiden Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara pada 18 Juni 2020, baru dipublikasikan pada 28 Juni 2020 sekitar pukul 17.38 WIB.

Sidang tersebut digelar secara tertutup untuk media (internal), sehingga tidak ada satu media pun yang berkesempatan meliput sidang tersebut.

Moeldoko mengatakan ada sejumlah kajian atau kalkulasi yang perlu diperhitungkan dengan matang untuk mempublikasikan arahan Presiden tersebut, namun tidak substantif.

"Kalkulasi mungkin tidak begitu substantif, tapi lebih substantif bagaimana Presiden memberikan ‘encouragement’ kepada para menteri," katanya pula.
Baca juga: Moeldoko ungkap alasan Jokowi tegur keras para menteri


Moeldoko menyebutkan bahwa Presiden ingin agar para menteri dan para pembantunya memahami dengan cepat, mencari cara-cara yang baru yang bisa memotong agar sesuatu bisa dijalankan dengan cepat dan tepat.

"Berikutnya tidak pernah menyerah kalau perlu bekerja 24 jam karena situasi ‘extraordinary’ itu gambaran-gambaran yang tersirat dari apa yang diinginkan Presiden," kata dia.

Dalam video berdurasi lebih dari 10 menit itu, Presiden Jokowi memberikan arahan yang tegas kepada para menterinya, bahkan sempat menyatakan kejengkelannya karena sampai saat ini disebutnya belum ada progres yang signifikan dari kerja jajarannya dalam tiga bulan terakhir.

Padahal situasi yang berkembang saat ini memerlukan langkah “extraordinary”, karena dunia termasuk Indonesia sudah diambang krisis.

Presiden bahkan mengatakan akan melakukan langkah-langkah “extraordinary” apa pun demi menyelamatkan 267 juta rakyat Indonesia.

"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perppu yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan," katanya.
Baca juga: Moeldoko akui sejumlah masalah dalam distribusi anggaran Kemenkes

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020