Yogyakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono mengatakan kampusnya akan memproduksi secara massal ventilator atau alat bantu pernapasan yang saat ini banyak dibutuhkan rumah sakit untuk penanganan pasien COVID-19.

"Sekarang sedang uji coba di Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan (BPFK) di Surabaya, kurang empat hari," kata Panut seusai menemui Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Kepatihan, Yogyakarta, Selasa.

Setelah selesai melalui pengujian di BPFK Surabaya, kata Panut, ventilator yang dikembangkan UGM bersama mitra industri itu akan melalui uji klinis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Sardjito, Yogyakarta.

Oleh sebab itu, sebelum diproduksi secara massal, Panut menemui Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X untuk membahas mengenai pemanfaatan karya anak bangsa tersebut setelah diproduksi.

"Tadi Ngarso Dalem (Sultan HB X) sangat baik dukungannya. Memberikan skema-skema pemanfaatan untuk rumah sakit di DIY," kata dia.

Panut berharap, dari ventilator itu bisa berlanjut dengan produksi berbagai alat kesehatan hasil karya anak negeri lainnya. Pasalnya, ia menyebut hingga kini masih sekitar 90 persen alat kesehatan di Indonesia merupakan produk impor.

"Kelebihan produk (ventilator) kita, kita siapkan teknisi. Akan memberikan pelayanan terjamin. Kalau ada kerusakan cepat ditangani. Kemampuan alat selalu terjaga karena disiapkan teknisi," kata dia.

Direktur PT Stechoq Robotika Indonesia, Malik Khidir, mengatakan, ventilator yang saat ini uji coba merupakan khusus ruang gawat darurat atau ICU. Manurut dia, ventilator ruang ICU memakan waktu cukup lama proses uji cobanya.

"Setelah kita sudah melewati uji klinis produksi massal awal Agustus. Ini ventilator ICU. Kami memastikan untuk aman digunakan pasien," kata dia.

Malik mengungkapkan, pihaknya telah memproduksi ventilator non ICU sebanyak 10 unit. Ventilator non ICU ini akan dilakukan uji klinis.

Ia memperkirakan produksi awal ventilator ICU bersama UGM ke depan sekitar 60 unit dengan harga jauh lebih murah dibandingkan ventilator impor.

"Kira-kira sepertiga dari kompetitor (ventilator impor). Harga ventilator (impor) kompetitor sekitar Rp700 juta sampai Rp900 juta," kata Malik.
Baca juga: Indonesia hasilkan lima ventilator yang masuk tahap produksi
Baca juga: BKPM terima donasi 20 ventilator dari Hyundai
Baca juga: UI siap distribusikan ventilator lokal COVENT-20 ke rumah sakit
Baca juga: Gugus Tugas COVID-19 Sulsel dapat bantuan ventilator khusus ICU
Baca juga: Ventilator buatan ITB-Unpad-Salman ITB diserahkan ke Kemenkes

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020