Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dapat bertindak tegas seperti Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis.

"Langkah cepat dan tegas dari Kapolri itu menunjukkan keseriusan membongkar masalah buronan Djoko Tjandra yang mempunyai hubungan dengan polisi. Tetapi saya tidak melihat keseriusan dari Menkumham Yasonna Laoly, karena hingga saat ini saya tidak melihat satu pun petugas imigrasi yang dikenai sanksi," kata Wihadi Wiyanto dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Politikus Partai Gerindra itu pun mempertanyakan mengapa Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Utara yang seharusnya bertanggung jawab tidak diberi sanksi berupa pencopotan jabatan.

Baca juga: Azis Syamsuddin: Kasus Djoko Tjandra harus diusut

Padahal, Djoko Tjandra kedapatan memperoleh paspor baru di Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada Juni 2020 lalu.

"Ini justru merupakan satu hal yang kami pertanyakan. Kenapa justru Imigrasi seakan-akan tidak memberikan sanksi apa pun kepada para petugas Imigrasi (Jakarta Utara)," katanya.

Wihadi menilai Direktur Jenderal Imigrasi Jhoni Ginting dan Menkumham Yasonna Laoly tidak bisa acuh begitu saja seakan-akan Imigrasi tidak bersalah.

Ia pun mempertanyakan Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto, apakah melindungi para personelnya agar tidak diganti dan diberikan sanksi.

Baca juga: IPW apresiasi Kapolri bongkar persekongkolan lindungi Djoko Tjandra

Wihadi mengatakan Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis diapresiasi karena mencopot jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Pol Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Karena, Kapolri menduga mereka melanggar kode etik terkait pencabutan "red notice" buronan kasus Bank Bali Djoko Tjandra.

Pencopotan dua perwira tinggi itu tertuang dalam surat telegram (STR) Nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asisten Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Pol Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri tertanggal 17 Juli 2020.

Dalam surat telegram itu, Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Posisi Napoleon digantikan Wakil Kapolda NTT Brigjen Pol Johanis Asadoma.

Baca juga: Anggota DPR minta Polri dan kejaksaan sinergi tangkap Djoko Tjandra

Sementara Nugroho dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Posisi Nugroho digantikan oleh Brigjen Pol Amur Chandra Juli Buana yang sebelumnya menjabat Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri.

Sebelumnya, Kapolri juga mencopot Brigjen Pol Prasetijo Utomo sebagai Kepala Biro (Karo) Korwas PPNS Bareskrim Polri. Hal itu menyusul kontroversi yang bersangkutan menerbitkan surat jalan kepada buronan korupsi Djoko Tjandra.

Pencopotan itu termaktub dalam Surat Telegram (TR) Kapolri bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal Rabu 15 Juli 2020. Kini, Brigjen Prasetijo Utomo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Yanma Mabes Polri.

Baca juga: NasDem minta penegak hukum bentuk tim khusus tangkap Djoko Tjandra

Oleh karena itu, legislator asal Jawa Timur itu meminta Menkumham Yasonna Laoly dapat mengambil sikap agar semua pihak yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra diberi sanksi yang tegas.

"Saya kira ini harus ada suatu kesepakatan dari semua pihak yang terlibat dalam (kasus Djoko Tjandra) ini. Semuanya harus diberikan sanksi," katanya.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020