Pemerintah sangat mendorong maksimal pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai dengan telah mengeluarkan sejumlah peraturan.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah sangat serius dan mengistimewakan kendaraan listrik berbasis baterai karena dari aspek lingkungan, ekonomi, dan kemandirian sangat menguntungkan bagi Indonesia.

"Pemerintah sangat mendorong maksimal pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai dengan telah mengeluarkan sejumlah peraturan," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Kemaritiman dan Investasi Ridwan Djamaluddin dalam diskusi virtual Harmonisasi Regulasi Kendaraan Listrik di Jakarta, Rabu.

Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.

Baca juga: Kemenperin terima komitmen investasi baterai kendaraan listrik

Ridwan mengatakan pemerintah memilih kendaraan listrik berbasis baterai karena Indonesia memiliki cadangan bahan baku pembuatan baterai dan berkeinginan untuk mengisi pasar dalam negeri dengan kemampuan sendiri.

Kementerian BUMN, katanya, sudah menyiapkan rencana kerja BUMN yang mengelola bahan tambang sampai BUMN yang nanti akan menjadi produsen baterai atau membangun Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU) yang berfungsi sebagai tempat pengisian listrik kendaraan. "Pemerintah sangat menghargai konsorsium BUMN ini dan mendorong agar segera terwujud dan bisa berjalan dengan baik," katanya.

Bentuk dukungan lain untuk memajukan industri kendaraan listrik berbasis baterai, kata Ridwan, tidak hanya diberikan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi tapi juga banyak melibatkan kementerian dan lembaga dalam satu semangat membangun industri masa depan itu

"Ada Permen Kementerian ESDM mengatur tarif listrik, ada Permen Kementerian LHK mengatur penanganan limbah baterai, Permen Menhub, Permen Mendagri, Permen Menkeu, hingga peraturan Badan Standardisasi Nasional," katanya.

Baca juga: RI siap jadi produsen kendaraan listrik dan industri baterai lithium

Verifikasi NIK
Kementerian Perindustrian selama masa pandemi COVID-19 setidaknya telah memverifikasi Nomor Identifikasi Kendaraan (NIK) yang diajukan oleh 10 perusahaan kendaraan listrik dengan kapasitas produksi total sebesar 850 ribu unit per tahun.

"Di tengah pandemi COVID-19 saat ini ternyata industri kendaraan listrik di dalam negeri berkembang baik. Dengan kapasitas produksi 850 ribu unit per tahun tersebut cukup besar sesuai dengan harapan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan," kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika.

Menurutnya, NIK menjadi syarat jika suatu perusahaan ingin memproduksi kendaraan dan setelah mendapatkan NIK, produsen bisa memproduksi motor listrik, dan melakukan uji tipe.

"Nanti diajukan uji tipe untuk mendapatkan sertifikat uji tipe. Setelah itu diajukan untuk dijual dan mendapatkan pelat nomor," kata Putu Juli Ardika.

Baca juga: Luhut: Hilirisasi nikel jadikan Indonesia pemain utama baterai lithium

Pemerintah, katanya terus berkomitmen dalam mendorong pendalaman struktur industri tercermin dalam program LCEV (Low Carbon Emission Vehicle) sebagai amanat Peraturan Pemerintah No. 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Kementerian Perindustrian saat ini sedang menyusun peraturan teknis program LCEV yang terdiri dari Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar Harga dan Terjangkau (KBH2) Tahap 2, Kendaraan Elektrifikasi (Hybrid Vehicle, Plug in Hybrid Vehicle, Battery Electric Vehicle, dan Fuel Cell Electric Vehicle), dan Kendaraan Flexy Engine berbasis biofuel, dimana di setiap program LCEV tersebut akan dipersyaratkan penggunaan komponen lokal berdasarkan jenis komponen dan target waktu yang saat ini sedang dibahas bersama pemangku kepentingan terkait.

Program LCEV diharapkan akan dapat memperkuat struktur industri sekaligus memberikan nilai tambah bagi industri otomotif dalam negeri. Insentif yang diberikan bagi peserta program LCEV adalah pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 3 persen untuk KBH2; 2-8 persen untuk Hybrid Vehicle; 0 persen untuk PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle), BEV (Battery Electric Vehicle) dan FCEV (Fuel Cell Electric Vehicle); dan 8 persen untuk kendaraan Flexy Engine, sedangkan untuk kendaraan non-program akan dikenakan PPnBM minimum sebesar 15 persen.

Baca juga: Luhut: 2023 pabrik baterai litium sudah bisa beroperasi

Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia, kata Putu, selain dapat mendukung pencapaian target pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030 (atas upaya sendiri), juga akan mampu menarik investasi di sektor industri komponen utama (baterai, motor listrik dan power control unit) yang memiliki valuasi/nilai ekonomi sangat besar sekaligus mendorong hilirisasi nikel, kobalt, mangan, dan ferro yang banyak terdapat di Indonesia.

"Di samping itu, pengembangan rantai pasokan kendaraan listrik di Indonesia akan mempu menjadikan Indonesia sebagai pemain utama produsen kendaraan listrik di regional ASEAN maupun global," katanya.

Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020