Pemberhentian secara semena mena terhadap pegawai yang bekerja sesuai prosedur akan berpotensi mencederai indepedensi KPK. Justru seharusnya pemeriksaan mengenai pelanggaran prosedur tersebut seharusnya menjadi konsen dari Dewas KPK
Jakarta (ANTARA) - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap menjelaskan soal pernyataannya terkait penyelidik KPK Rossa Purbo dalam sidang di hadapan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

"Terdapat 3 poin yang saya sampaikan. Pertama, pernyataan pada 5 Februari 2020 adalah salah satu langkah yang dilakukan untuk membela pegawai KPK Rossa Purbo Bekti selaku penyelidik KPK yang sedang bertugas," kata Yudi di Jakarta, Rabu.

Yudi menjalani sidang perdana pada 24 Agustus 2020 dengan dugaan penyebaran informasi tidak benar dan diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku "Integritas" pada Pasal 4 ayat (1) huruf o Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020.

Baca juga: Firli: KPK harus tetap pegang peran sentral berantas korupsi
Baca juga: Ketua KPK laporkan capaian aksi Stranas PK kepada Presiden


Yudi Purnomo Harahap dianggap melanggar pasal tersebut karena memberitakan terkait pemberhentian Kompol Rossa Purbo Bekti pada 5 Februari 2020.

"Rossa menjalankan undang-undang untuk mengejar terduga koruptor, dimana saat itu yang bersangkutan justru malah diberhentikan dengan cara tidak sesuai prosedur, situasi tersebut merupakan kondisi nyata yang mengancam independensi KPK," ungkap Yudi.

Yudi menilai dirinya sebagai Ketua WP KPK yang wajib membela dan menyampaikan aspirasi pegawai sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga WP KPK, apalagi status Rossa Purbo Bekti adalah anggota WP KPK.

"Kedua, bahwa tidak ada pernyataan yang tidak berdasarkan fakta karena berdasarkan kesaksian saat persidangan serta peraturan perundangan yang berlaku, Rossa Purbo Bekti tidak mendapatkan gaji pada Februari 2020 karena Rossa Purbo Bekti bukan lagi pegawai KPK per 1 Februari 2020," tambah Yudi.

Selain itu, sampai 5 Februari saat Yudi menyampaikan bahwa belum ada pemberitahuan resmi terkait pemberhentian Rossa, memang Biro SDM KPK belum menyampaikan 1 dokumen resmi apapun terkait keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud.

"Sebagaimana terkonfirmasi didalam kesaksian pada sidang etik, dokumen pemberhentian Rossa baru diserahkan oleh Biro SDM KPK pada 11 Februari 2020. Bahkan sampai 4 Februari 2020 Rossa masih menjalankan tugas dan menerima Surat Perintah penugasan seperti biasanya," ungkap Yudi.

Baca juga: Tiga catatan ICW terkait pemeriksaan etik Ketua KPK

Artinya menurut Yudi, tidak ada pernyataannya yang tidak sesuai fakta.

"Ketiga, pelanggaran prosedur pemberhentian Rossa Purbo Bekti memang terjadi secara nyata. Hal tersebut berpotensi mencederai indepensi KPK sebagaimana diamanahkan dalam UU KPK," tambah Yudi.

Selain itu yudi mengutip "Jakarta Statement" yang menyebut independensi KPK berdiri diatas tiga pilar, yaitu: pegawai, posisi ketatanegaraan dan penegakan hukum.

"Pemberhentian secara semena mena terhadap pegawai yang bekerja sesuai prosedur akan berpotensi mencederai indepedensi KPK. Justru seharusnya pemeriksaan mengenai pelanggaran prosedur tersebut seharusnya menjadi konsen dari Dewas KPK," tegas Yudi.

Yudi sebagai Ketua WP KPK dengan didampingi Praswad Nugraha, Kepala Advokasi Wadah Pegawai KPK, juga telah menyerahkan nota pembelaan (pledoi) dalam Sidang Majelis Etik Dewan Pengawas KPK.

Sebelum menyerahkan pledoi, Dewas juga memeriksa pegawai KPK lain yaitu Novel Baswedan, Rossa Purbo Bekti dan Kepala Biro SDM KPK Chandra Reksoprodjo sebagai saksi.

Putusan sidang kode etik Dewan Pengawas KPK akan dibacakan pada pertengahan September 2020.

Baca juga: WP KPK nilai vonis penyerang Novel tunjukkan urgensi dibentuknya TGPF
Baca juga: WP KPK apresiasi Kompol Rossa batal dikembalikan ke Polri

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020