Kalau peserta Pilkada 2020 tidak patuhi protokol kesehatan, mereka siap untuk didiskualifikasi.
Jakarta (ANTARA) - Komisi II DPR RI membolehkan sanksi tegas terhadap peserta pemilihan kepala daerah yang melanggar batasan kerumunan massa diatur dalam pakta integritas.

Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi S.P. tidak mempersalahkan teknis aturan yang akan memuat tentang sanksi tegas tersebut.

"Sebenarnya sederhana saja, mau bentuk surat edaran, mau bentuk surat pemberitahuan, mau bentuk sumpah bersama, surat cinta, enggak masalah juga. Yang penting itu, sanksinya apa, begitu saja sudah," kata Johan dalam rapat kerja Komisi II DPR RI di kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis.

Baca juga: KPU Kepri didorong buat pakta integritas kepatuhan protokol kesehatan

Adapun usulan mengenai pakta integritas dicetuskan pertama kali dalam raker tersebut oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Tito mengatakan bahwa calon kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada 2020 harus menandatangani pakta integritas mematuhi protokol kesehatan.

Langkah itu untuk mencegah terjadinya klaster penularan COVID-19 dengan menciptakan kerumunan massa saat tahapan Pilkada Serentak 2020.

Selama ini, kata Tito, pakta integritas pilkada dan pemilu biasanya hanya pilkada damai, siap menang siap kalah.

"Makanya, ini ditambahkan lagi dengan kepatuhan pada protokol COVID-19, baik yang diatur dalam PKPU maupun aturan lainnya," kata Tito yang hadir secara virtual dalam rapat kerja yang dihadiri pula oleh Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Ketua DKPP Muhammad.

Baca juga: Empat pasang kandidat Pilkada Kepri dari PKS teken pakta integritas

Menurut Tito, bisa saja diatur dalam pakta integritas itu bahwa peserta Pilkada 2020 siap didiskualifikasi jika terbukti melanggar protokol kesehatan.

"Mungkin nanti ada materi lain yang dimasukkan. Soal bagaimana kalau dalam pakta integritas tersebut, para kontestan sanggup mematuhi," ujarnya.

Ia melanjutkan, "Kalau ternyata tidak mematuhi, mereka siap untuk didiskualifikasi, jika terbukti melalui investigasi Bawaslu bahwa memang sengaja mengumpulkan massa, bukan karena spontanitas, atau bisa juga melalui sistem pembuktian dari UU Kesehatan oleh Polri."

Selain itu, Tito mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri sudah mendorong kepala daerah membuat perda untuk pengaturan mengenai kepatuhan protokol kesehatan COVID-19.

Baca juga: KPK akan minta pakta integritas dari seluruh peserta pilkada serentak

Saat ini, lanjut dia, sudah ada 33 provinsi memiliki aturan tersebut dan 174 oleh pemerintah kabupaten/kota. Aturan tersebut agar Satpol PP bisa menegakkan aturan protokol kesehatan saat tahapan pilkada.

"Ada 87 yang belum ini yang terus kita dorong," katanya.

Perda perkada ini, menurut Tito,  sangat penting karena penegak ini overlapping antara kegiatan penanganan COVID-19 secara nasional dengan pilkada sehingga regulasi yang diatur di dalam aturan pilkada mungkin ada yang tidak terjangkau bisa di-cover dengan regulasi yang lain dan oleh penegak yang lain.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020