Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Tiga mahasiswa lintas fakultas Universitas Brawijaya (UB) Malang mengagas konsep inovasi alat pengering untuk meningkatkan produktivitas keripik porang berbasis telepon pintar.

Ketiga mahasiswa itu adalah Imam Prasetyo (FTP), Clara Dwi Anggraini (FTP) dan Dary Hardiansyah Haryono (Filkom). Mereka berinovasi di bawah bimbingan dosen Yusuf Hendrawan, yang membuat prototipe alat pengering vakum pada umbi porang berbasis artificial neural network dengan sistem kontrol aplikasi telepon pintar.

Salah seorang penggagas alat pengering porang tersebut Imam Prasetyo di Malang, Jawa Timur, Sabtu mengatakan pengering vakum porang yang dibuat memiliki kemampuan untuk menjaga kualitas dan kerusakan pada keripik porang, sehingga dapat meningkatkan kadar glukomanan yang dihasilkan agar dapat dijual dengan harga yang tinggi.

Selain itu, pengering vakum porang menggunakan sistem kontrol dan sistem pengolahan data jaringan saraf tiruan, sehingga dapat memprediksi kadar air dari umbi porang dengan akurat dan presisi.

"Sistem kontrol secara real time menggunakan aplikasi smartphone bermanfaat untuk mengefisiensikan penggunaan daya listrik, yaitu dengan menonaktifkan alat pengering apabila kadar air yang diperoleh telah sesuai, yakni antara lima sampai delapan persen," kata Imam.

Sehingga, dengan pengering vakum porang yang dibuat itu diharapkan bisa meningkatkan produktivitas dan harga jual antara 4 sampai 5 kali lipat. Umbi porang adalah jenis tanaman umbi-umbian yang sedang dikembangkan di Indonesia, terutama Jawa Timur, karena memiliki permintaan pasar yang tinggi, baik di dalam negeri maupun untuk ekspor.

Kandungan glukomanan pada umbi porang membuat tanaman ini banyak digunakan dalam industri pangan, nonpangan dan kesehatan. Porang biasa dijual dalam bentuk keripik porang yang memiliki kadar air di bawah 12 persen atau dijual dalam bentuk tepung glukomanan murni dengan cara menghilangkan kandungan kalsium oksalat.

Imam menjelaskan, minimnya penggunaan teknologi di kalangan petani atau industri lokal mengakibatkan kualitas dan produktivitas porang belum optimal. Padahal, kebutuhan keripik porang asal Indonesia mencapai 3.400 ton, tetapi produktivitas hanya 600-1.000 ton.

Baca juga: Diminati pasar ekspor, Mentan dorong budi daya tanaman porang

Selain itu, kata Imam, produktivitas umbi porang kering masih rendah, yakni sekitar 2-4 ton per hektare, sehingga ketersediaan bahan baku tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang berakibat pada tingginya impor tepung glukomanan, yaitu sekitar 20 ton per tahun.

Baca juga: BB Pascapanen - PT Niaga Indotama kerjasama optimalisasi umbi porang

Teknologi pengeringan konvensional yang membutuhkan waktu pengeringan cukup lama dan sangat bergantung pada cuaca menyebabkan produktivitas keripik porang berlangsung lambat.

Baca juga: Mentan ajak petani dan eksportir manfaatkan peluang ekspor porang

Selain itu, kata Imam, penggunaan oven pengering menyebabkan kerusakan bahan akibat panas yang tinggi, perubahan warna porang secara signifikan dan perubahan viskositas yang dihasilkan.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020