Jakarta (Antara) -- Minister of State for Pacific and the Environment Inggris Lord Goldsmith menyatakan bahwa Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) membuktikan bahwa perdagangan dan pengelolaan hutan berkelanjutan dapat berjalan secara beriringan.

"SVLK merupakan bentuk kerjasama Indonesia-Inggris yang baik dalam mengembangkan standar kepatuhan yang kuat untuk produk kayu berkelanjutan," ujar Goldsmith di webinar bertajuk “UK Market Update for FLEGT Timber Product: Indonesia’s Timber as Sustainable Partner for UK Market”, Rabu, yang turut dihadiri oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong.

Selain kemanfaatan ekonomi, Lord Goldsmith mengakui, SVLK telah turut mengurangi deforestasi dan penebangan kayu liar selama tiga tahun terakhir; saat ini tercatat terdapat 24 juta ha lahan hutan dan dengan 3.000 pelaku usaha telah tersertifikasi SVLK.

Lebih lanjut, importir Inggris yang diwakili oleh Timber Trade Federation dan British Retail Consortium menyampaikan mengenai meningkatnya kepedulian konsumen terhadap produk yang legal dan berkelanjutan. Pasar Inggris secara umum suka dengan kayu bersertifikasi karena mempermudah proses impor serta memiliki story value bagi konsumen. Selain itu, semakin banyak konsumen Inggris yang mengadopsi “ethical purchasing”, yakni mengharapkan legalitas dalam produk kayu, memastikan sumber produknya, serta jaminan produk yang dibeli tidak menyebabkan deforestasi. Konsumen Inggris bahkan rela membeli produk tersertifikasi sustainable dengan harga premium.

Sementara itu, Wamen LHK Alue Dohong menggarisbawahi peran SVLK telah berhasil membantu memangkas penebangan dan perdagangan kayu liar, dan di saat yang sama memberikan manfaat ekonomi secara nasional.

“Sekarang, 100% ekspor kayu dari Indonesia bersumber dari rantai pasokan yang diaudit secara independen, mencakup industri hilir dan hutan sebagai hulunya di seluruh negeri,” ujar Alue.

Nilai ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke seluruh dunia mencapai 11,6 miliar dolar AS pada 2019, meningkat hampir dua kali lipat sejak implementasi SVLK tahun 2013. Sementara itu, proporsi illegal timber menurun dari 80 persen sebelum implementasi SVLK menjadi 29,1 persen tahun 2019.

Khusus untuk ekspor ke Inggris/United Kingdom (UK), sejak November 2016 hingga pertengahan September 2020, lebih dari 27.500 dokumen telah diterbitkan sekitar 730.000 ton, senilai hampir 1 miliar dolar AS.

“Tahun lalu saja, kami mengekspor produk kayu ke Inggris senilai 350 juta dolar AS,” kata Wamen Alue.

Dalam sambutan penutup, Charge d'Affaires KBRI London Duta Besar Adam M. Tugio menegaskan kembali kriteria legalitas dan keberlanjutan pada produk kayu ekspor Indonesia menjadikan Indonesia sebagai low risk source of tropical timber. Ditegaskan pula komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya untuk melakukan continuous improvement terhadap SVLK serta promosi SVLK sebagai norma tidak hanya di negara yang menerapkan FLEGT sebagai standar namun juga di negara-negara dimana FLEGT belum menjadi norma baku impor kayu.

Webinar diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London bekerja sama dengan Foreign Commonwealth and Development Office beserta Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Timber Trade Federation, dan British Retail Consortium. Dipandu oleh Dr. Ida Bagus Putera Parthama, webinar panelis yang mewakili asosiasi bisnis dan pelaku usaha kayu dari Indonesia dan Inggris, yaitu Indroyono Soesilo (Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia), David Hopkins (Managing Director, Timber Trade Federation), Leah Riley Brown (Sustainability Policy Advisor, British Retail Consortium), serta pengusaha Budi Hermawan (Marketing Director, PT Kayu Lapis Indonesia), dan Shaun Hannan (Sales Director, Pacific Rim).

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2020