Jakarta (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membeberkan lima strategi jitu mengumpulkan iuran dari peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

"Kelima strategi khusus BPJS Kesehatan dalam mengumpulkan iuran, yaitu pertama, melalui fasilitas autodebit yang diwajibkan untuk seluruh peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri," kata Direktur Pengawasan, Pemeriksaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi melalui keterangan pers yang diperoleh ANTARA, Jakarta, Jumat.

Strategi berikutnya, kata dia, adalah dengan mengirim SMS Blast untuk mengingatkan tanggal jatuh tempo pembayaran iuran. Kemudian, melalui tele-collection, yaitu mengingatkan peserta JKN-KIS PBPU/mandiri melalui telepon.

Berikutnya dengan cara penagihan iuran oleh kader JKN, yang melibatkan masyarakat, kepada peserta JKN-KIS PBPU/mandiri. Terakhir dengan crowd founding yang menggunakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari perusahaan besar untuk mendaftarkan masyarakat sekitar ke JKN-KIS dan membiayai iurannya.

"Selama Januari hingga September 2020, pendapatan dari telecollection sebesar Rp295,54 miliar. Sementara, dari 2.426 Kader JKN yang bermitra dengan BPJS Kesehatan tercatat berhasil mengumpulkan iuran sebesar Rp106,168 miliar sepanjang Januari hingga Oktober 2020," katanya.

Bayu mengatakan bahwa penerimaan iuran Program JKN-KIS didominasi oleh segmen peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), yaitu sebesar 37 persen. Hal tersebut menunjukkan perhatian pemerintah yang sangat besar kepada masyarakat tidak mampu dengan memastikan mereka dapat mengakses layanan kesehatan.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan penerimaan iuran berdasarkan kategori peserta PBI dan peserta non-PBI, maka iuran dari Program JKN-KIS didominasi oleh kontribusi peserta Non PBI sebesar 51 persen dari total pendapatan.

"Berdasarkan data per Oktober 2020, realisasi pengumpulan iuran untuk semua segmen peserta adalah 92,31 persen, sedikit di bawah target Tahun 2020 sebesar 94,74 persen. Alasan utama rendahnya pencapaian tersebut adalah belum optimalnya tingkat pemungutan dari Pemerintah Daerah, mengingat saat ini anggarannya dialokasikan untuk mengatasi pandemi COVID-19,” demikian kata Bayu.

Pewarta: Katriana
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020