Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) dr. Ateng Hartono mengatakan pemerintah memiliki sejumlah potensi dan tantangan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

"Indonesia emas pertama manusia Indonesia, harapannya dia akan unggul, berbudaya serta berpengetahuan teknologi," kata Ateng dalam Webinar Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jakarta, Senin.

Melalui upaya mewujudkan Indonesia emas, ia berharap Indonesia ke depan memiliki pembangunan yang merata dan inklusif, ekonominya maju dan berkelanjutan, serta menjadi negara yang demokratis, kuat dan bersih.

Untuk mewujudkan itu, Indonesia memiliki sejumlah potensi yang diharapkan mampu memudahkan upaya mencapai target tersebut. Potensi-potensi tersebut antara lain adalah indeks pembangunan manusia (IPM) yang sudah mencapai angka cukup baik, yaitu 71,39 pada 2019 dan terus meningkat pada 2019.

Baca juga: Wapres: Bonus demografi bisa jadi kunci Indonesia Emas 2045

Baca juga: Menteri: Ketersediaan SDM diimbangi peningkatan kualitas pendidikan


Kemudian, potensi berikutnya adalah produk domestik bruto (PDB) per kapita yang sudah memasuki middle income atau kelas masyarakat berpendapatan menengah, meski ada beberapa kendala.

Potensi lainnya adalah bahwa 90 juta penduduk Indonesia terdiri dari kaum milenial, dengan pertumbuhan ekonomi yang terus bertambah menjadi 5,17 persen pada 2018 dan 5,02 persen pada 2019.

"Gini ratio kita juga 0,38, relatif lumayan. Kemudian angka harapan lama sekolah sekitar 12,99 atau pada posisi 20 tahun. Jadi kalau 20 tahun itu sekitar D2 atau D1," katanya.

Ia berharap angka harapan sekolah yang mencapai D1 atau D2 tersebut dapat mendongkrak jumlah lapangan pekerjaan yang membutuhkan tingkat pendidikan SMA ke atas.

Namun demikian, Ateng juga mencatat sejumlah tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan Indonesia emas 2045. Tantangan-tantangan tersebut antara lain adalah tingkat fertilitas yang masih perlu diturunkan.

Kemudian, ada juga bonus demografi yang perlu disikapi dengan benar, sehingga turunnya angka dependensi dan meningkatnya populasi usia produktif yang didukung dengan peluang lapangan pekerjaan yang besar akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.

"Tantangannya adalah ketika bonus demografi tidak disertai dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung terhadap usia produktif ini, baik kesehatan, pendidikan dan sebagainya, bisa jadi bonus demografi tidak termanfaatkan secara optimal," katanya.

Indonesia akan dapat kehilangan bonus demografi ketika peluang-peluang untuk meningkatkan produktivitas lebih kecil dibandingkan jumlah SDM usia produktif yang ada.

Untuk itu, Ateng menyimpulkan bahwa bonus demografi akan dapat diraih suatu negara ketika tingkat ketergantungan negara relatif kecil dan ketika negara itu bisa menciptakan industri-industri yang dibangun di dalam negeri.

"Untuk itu, bagaimana kita menyikapi pemanfaatan bonus demografi, itu lah yang diharapkan ke depannya," demikian kata Ateng Hartono.*

Baca juga: Antisipasi generasi stunting pada tahun Indonesia Emas 2045

Baca juga: NPC Indonesia targetkan satu emas Paralimpiade Tokyo 2021

Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020