Padang (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyatakan bahwa korps Adhyaksa bertekad untuk menghadirkan keadilan restoratif di tengah masyarakat dari perkara pidana yang ditangani.

"Kami bertekad untuk menghadirkan itu (keadilan restoratif), tujuannya agar tidak ada lagi stigma hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah," kata Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Kejagung RI Darmawel Aswar di Padang, Jumat.

Hal itu dikatakan Darmawel Aswar saat melakukan supervisi penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana umum di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumbar.

Baca juga: Kejagung: Calon jaksa harus tanamkan nilai integritas

Ia mengatakan insan kejaksaan harus berkomitmen dan sama-sama mewujudkan keadilan restoratif di tengah masyarakat.

Salah satu produk hukum untuk mendukung hadirnya keadilan restoratif bagi masyarakat tersebut adalah Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

"Melalui aturan itu kejaksaan dapat menghentikan penuntutan suatu perkara jika ada perdamaian antara tersangka dengan korban, serta memenuhi sejumlah syarat," katanya.

Menurut dia, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Kemudian tindak pidana tersebut dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang tidak lebih dari Rp2,5 juta.

Baca juga: Kejati Sumbar luncurkan program jaksa masuk mal

Darmawel Aswar menjelaskan dalam supervisi ke Kejati Sumbar pihaknya datang untuk melihat kesiapan daerah terhadap kebijakan dan regulasi yang telah dibuat oleh pusat.

"Supervisi merupakan perintah dari pusat dalam hal ini kami mewakili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum," katanya.

Dalam supervisi itu ia juga membahas soal penanganan narkotika yang sempat menjadi rekomendasi pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejagung RI 2020 yang dilangsungkan beberapa hari lalu.

"Kami ingin melihat apa yang menjadi kendala daerah, seperti kenapa kasus narkotika harus selalu masuk penjara, kenapa jaksa harus menuntut dengan pasal yang sama dengan penyidik, dan lainnya. Ini juga menjadi perhatian," katanya.

Selain itu pihaknya juga membahas tentang sistem pelaporan perkara secara berjenjang mulai dari Kejari atau Kecabjari, serta mengoptimalkan pelaporan berbasis aplikasi dalam jaringan (daring).

Baca juga: Kejati Sumbar buru delapan DPO terpidana korupsi

"Pemanfaatan layanan digital berbasis daring juga menjadi perhatian untuk dimaksimalkan," katanya.

Dalam supervisi itu Darmawel didampingi Wakil Kepala Kejati Sumbar Yusron dengan menerapkan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
 

Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020