Kayuagung, Sumsel (ANTARA News) - Ratusan sopir layanan antarjemput penumpang (travel) jurusan Pematang Panggang-Tugumulyo-Kayuagung-Palembang menggelar aksi unjuk rasa dengan memarkirkan puluhan kendaraan mereka di jalan lintas timur Simpang Celikah, Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Rabu.

Dalam aksinya, para sopir travel itu mengajak rekan mereka untuk mogok kerja dengan meminta menurunkan penumpang di jalan.

Mereka juga memberhentikan taksi gelap atau kendaraan pribadi berplat hitam yang berseliweran mengangkut penumpang umum.

Aksi kekesalan para sopir travel itu sempat ricuh dan hampir terjadi adu fisik, saat salah satu sopir taksi gelap enggan menurunkan penumpangnya.

Ruas Jalintim di Simpang Celikah sepanjang 1 km macet total.

Menurut para sopir travel itu, aksi mereka dipicu atas ketidakpuasan terhadap maraknya taksi gelap yang mengambil trayek mereka.

Mereka juga menuntut agar dapat masuk ke dalam Kota Palembang dan penumpang travel tidak diturunkan di Terminal Karya Jaya, sama dengan taksi gelap yang bisa langsung meluncur ke dalam kota tanpa masuk ke dalam Terminal Karya Jaya.

Salah seorang sopir travel jurusan Kayuagung-Palembang, Teguh Hermanto (48), menyatakan bahwa ratusan sopir travel itu bernasib kian terjepit.

Menurut dia, sejak beroperasi taksi gelap, penghasilan mereka menjadi berkurang.

"Biasanya setoran kami Rp200.000 per hari, tetapi sejak ada taksi gelap setoran turun 50-70 persen atau berkisar Rp50.000-Rp100.000 per hari. Belum lagi biaya minyak harus dikeluarkan Rp250.000 setiap hari," kata Teguh yang dibenarkan para sopir travel itu.

Mereka mendesak keberadaan taksi gelap dapat dihapuskan, karena dinilai tak memiliki izin trayek.

Dinas Perhubungan (Dishub) setempat juga diminta tidak menutup mata atas maraknya taksi gelap tersebut.

Jika tidak ada tindakan tegas, para sopir itu akan melakukan aksi massa lebih besar lagi dengan cara-cara tersendiri.

"Kami ini resmi, sudah ada izin trayek, asuransi dan izin usaha. Tapi kenapa taksi gelap dibiarkan begitu saja, padahal jelas tidak ada izin trayeknya. Padahal travel memilik trayek jelas dan membayar pembuatan trayek Rp5 juta selama tiga tahun. Ini `kan jelas melanggar aturan dan pasti ada yang membekinginya," ujar dia.

Sopir travel lainnya, Edy, menegaskan, keberatan para sopir bukan saja karena taksi gelap, namun juga kesewenangan aparat terhadap para sopir di Terminal Karya Jaya.

Para penumpang travel dipaksa diturunkan di terminal, sedangkan taksi gelap dibiarkan begitu saja masuk ke dalam kota.

"Kami juga dipungut dana di Terminal Karya Jaya dan di 7 Ulu Palembang. Di 7 Ulu diminta Rp30.000 dan di terminal TPR Rp3.000, serta jatah preman Rp2.000. Padahal penumpang sepi," kata salah satu sopir travel itu pula.

Para sopir travel itu meminta keadilan, sehingga penghasilannya tidak merosot.

Apalagi mobil travel dibeli dengan cara kredit 3-4 tahun, dan setiap bulan para sopir harus membayar ke bank Rp5 juta lebih.

Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten OKI, Asnawi P Ratu mengatakan, untuk menertibkan taksi gelap menjadi kewenangan pihak kepolisian.

Pihaknya hanya berhak mengecek kelengkapan izin trayek, kir, dan lainnya.

"Kami akan turunkan tim untuk menindaklanjuti masalah ini. Baru secepat mungkin berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menertibkan taksi gelap itu," kata dia.

Menurut dia, soal razia taksi gelap masih menunggu kesiapan instansi kepolisian. (U005*B014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010