Bandung (ANTARA News) - PT Pindad untuk sementara waktu menghentikan produksi detonator di pabrik mereka di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, hingga pemeriksaan internal terkait ledakan di gedung produksi itu tuntas.

"Saat ini produksi detonator dihentikan sementara waktu. Tim Internal kami sedang melakukan pengecekan dan investigasi di sana," kata Direktur Utama PT Pindad, Adiek Aviantono, ketika dihubungi dari Bandung, Jumat.

Menurut dia, Tim Internal dari PT Pindad diturunkan ke gedung produksi detonator Turen. Namun tim tersebut bukan untuk melakukan pencarian penyebab kejadian itu namun difokuskan pada investigasi pemanfaatan teknologi produksi di sana.

Tim tersebut sudah diturunkan sejak H+1 kejadian, yang terdiri dari pakar dari PT Pindad. Namun tidak disebutkan sampai kapan tim internal BUMN strategis itu akan bekerja dan memberikan laporan hasil temuannya di lapangan.

Adiek menyebutkan, teknologi pembuatan detonator di gedung produksi PT Pindad di Turen sudah diterapkan sejak 2005. Teknologi itu diadopsi dari salah satu negara, namun Adiek enggan menyebutkan asal teknologi pembuatan alat pemicu bahan peledak itu.

"Tim internal melakukan investigasi teknologinya, kita tak tahu teknologi itu masih cocok nggak saat ini atau tidak khususnya dari sisi keamanannya. Namun di Indonesia teknologi yang digunakan di pabrik kita di sana memang yang terbaru. " katanya.

Bila hasil pengecekan sudah tidak aman dan berbahaya dalam proses produksinya, maka akan diganti dengan teknologi lain yang lebih aman, apakah itu teknologi dalam negeri maupun dari luar negeri.

Lebih lanjut, Dirut PT Pindad itu menyebutkan, selama ini produksi detonator oleh BUMN strategis itu rata-rata 1,5 juta unit atau butir per tahun. Jumlah tersebut masih kecil dan belum sebanding dengan kapasitas terpasang atau yang diperlukan.

Detonator buatan Pindad tersebut selama ini digunakan untuk sektor pertambangan di Kalimantan, Sulawesi dan di beberapa daerah lainnya. Sebagian besar yang menggunakan detonator adalah pertambangan baru bara dan produksi semen.

"Secara keseluruhan, PT Pindad baru memenuhi 10-15 persen kebutuhan detonator secara nasional. Sisanya dipasok pihak lain melalui impor," katanya.

Terkait potensi kerugian yang dialami PT Pindad terkait penghentian produksi detonator itu, Adiek menyatakan sedang dihitung, meski perusahaannya tengah fokus melakukan penanganan pasca ledakan yang menewaskan seorang karyawannya itu.

Kejadian ledakan di gedung produksi detonator itu terjadi pada Rabu (2/6) sekitar pukul 13.45 WIB. Seorang karyawan tews yakni Tri Nurhuda (27), sedangkan lima lainnya mengalami luka-luka.

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010