Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, memanggil 11 saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pengadaan bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek pada tahun anggaran 2020.

"Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MJS (Matheus Joko Santoso/pejabat pembuat komitmen di Kemensos)," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.

Mereka yang dipanggil, yaitu Direktur PT Rajawali Parama Indonesia Wan M. Guntar S.B., pemilik PT Inti Jasa Utama Jimmy, dua pihak swasta Nuzulia Hamzah Nasution dan Sanjaya, Selvy Nurbaity selaku sekretaris pribadi Juliari Peter Batubara saat menjabat Mensos, PNS Kemensos Fahri Isnanta, Eko Budi Santoso selaku mantan aide de camp (adc) atau ajudan Juliari.

Selanjutnya, Agustri Yogasmara selaku wiraswasta, Direktur Utama PT Agri Tekh Sejahtera Lucky Falian Setiabudi, tenaga pelopor Kemensos Dian Lestari, dan Direktur Utama PT Inti Jasa Utama Irfan.

Selain Matheus, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk dua tersangka penerima suap lainnya, yaitu mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial lainnya, Adi Wahyono (AW).

Baca juga: KPK konfirmasi Yandri Susanto soal dugaan terima kuota paket bansos

Dalam kasus ini pemberi suap adalah Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja yang saat ini sudah berstatus terdakwa.

Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 sebanyak 1.519.256 paket.

Sementara itu, Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari, Adi, dan Matheus senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas, dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.

Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenai Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Baca juga: Ketua Komisi VIII DPR enggan beberkan materi pemeriksaan

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021