Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar mengatakan anak-anak penyandang disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual dari lingkungannya.

"Mereka juga rentan mendapat stigma atas kondisi kedisabilitasannya, rentan menjadi korban pemasungan, rentan mendapat bullying dan rentan menjadi korban kekerasan fisik atau eksploitasi," kata Nahar dalam seminar daring bertajuk Perlindungan Terhadap Anak Penyandang Disabilitas di Masyarakat, di Jakarta, Rabu.

"Mudah-mudahan kita tidak lagi menemukan anak-anak (penyandang disabilitas) dipajang di pinggir jalan untuk dieksploitasi secara ekonomi," kata Nahar menambahkan.

Baca juga: Kemen PPPA: PATBM desa berperan penting lindungi anak disabilitas

Berdasarkan Pasal 59 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, ada 15 persoalan yang dihadapi oleh anak penyandang disabilitas.

"Persoalan yang dihadapi anak penyandang disabilitas bukan hanya soal aksesibilitas, akomodasi layak tapi tentang pemenuhan hak anak lainnya seperti perlakuan yang salah, penelantaran, korban stigmatisasi dari pelabelan," tuturnya.

Dari data BPS tahun 2020, ada 31,6 persen penduduk Indonesia usia anak atau setara 84,4 juta jiwa dari total penduduk Indonesia.

Sementara dari angka ini, di dalamnya terdapat 650 ribu anak penyandang disabilitas atau sekitar 0,79 persen.

Pada 2019, persentase anak disabilitas usia 2 - 17 tahun, tercatat jumlah anak laki-laki disabilitas masih lebih banyak dibanding anak perempuan disabilitas.

Baca juga: Kemen PPPA petakan kebutuhan perempuan dan anak dalam tanggap bencana

Kemudian berdasarkan anak disabilitas usia 7 - 17 tahun yang bersekolah, tercatat anak disabilitas yang belum bersekolah ada 13,5 persen, masih sekolah 77,27 persen dan tidak sekolah 9,58 persen.

"Angka ini terus bergerak lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Kemendikbud dan pemda terus mendorong agar angkanya semakin baik," tutur Nahar.

Dia mengatakan upaya perlindungan terhadap hak anak penyandang disabilitas tidak bisa ditangani oleh satu Kementerian/Lembaga saja, melainkan harus melibatkan pokja-pokja yang terdiri dari unsur Kementerian/ Lembaga dan masyarakat.

Pokja-pokja yang telah terbentuk saat ini yakni Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang perannya mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak dan merespons cepat bila terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan terdekat.

Kemudian Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang fungsinya memberikan konsultasi, informasi, rujukan dan konseling.

Selanjutnya Forum Anak yang perannya sebagai wadah aspirasi, pelopor dan pelapor.

Baca juga: Menteri PPPA minta orang tua jadi panutan bagi anak

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021