hemofilia berarti penyakit suka berdarah
Jakarta (ANTARA) - Hari Hemofilia Sedunia diperingati 17 April setiap tahun. Salah satu tipe hemofilia adalah hemofilia A. Hemofilia A adalah penyakit keturunan dengan manifestasi berupa gangguan pembekuan darah yang disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah FVIII dan diturunkan secara X-linked recessive.

Di dunia kedokteran, hemofilia A memiliki banyak sinonim. Misalnya: hemophilia type A, hemofilia klasik, classic hemophilia, defisiensi faktor antihemofilia (AHF), deficiency of functional plasma coagulation factor VIII, factor VIII deficiency, dysfunctional factor VIII.

Secara umum, insiden hemofilia A diperkirakan sekitar 1 dari 5.000 pria. Hasil survei World Federation of Hemophilia (WFH, 2003) diperkirakan ada 320.000 orang penderita hemofilia di seluruh dunia, prediksi secara epidemiologi seharusnya jumlah penderita hemofilia mencapai 500.000 penderita dari 5 milyar penduduk dunia.

Dari semua penderita hemofilia, 80-85% dengan hemofilia A dan 10-15% dengan hemofilia B.

Di Asia Tenggara, angka kejadiannya sekitar 1:10 ribu penderita. Di Indonesia, ada lebih dari 10 ribu penderita. Angka prevalensi hemofilia di Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang lebih tinggi dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Mutasi genetik, baik diturunkan (inherited) maupun didapat (acquired), terutama pada CpG dinukleotides gen FVIII. Misalnya: hemofilia berat disebabkan oleh inversi (pada lengan panjang kromosom X, intron 22 sequence gen faktor VIII), delesi ribuan nukleotida, dan transposisi basa tunggal, yaitu: codon arginin menjadi stop codon yang menghentikan sintesis F.VIII.

Hemofilia ringan disebabkan oleh substitusi asam amino tunggal. Hingga kini, telah teridentifikasi lebih dari 500 mutasi yang berbeda.

Kekurangan atau ketidaknormalan protein plasma yaitu faktor anti hemofili (= anti hemophilic factor, AHF, FVIII, F8), atau karena terdapatnya "acquired factor VIII inhibitor".

Baca juga: Waspadai hemofilia yang tak ditangani bisa mematikan

Potret Klinis

Manifestasi perdarahan dapat timbul saat lahir, yang ditandai dengan: pemanjangan waktu perdarahan tali pusat atau perdarahan di dalam tulang tengkorak (intrakranial), cephalhematoma (perdarahan di bawah kulit kepala bayi baru lahir akibat trauma/tekanan, atau pembengkakan kepala bayi akibat dilahirkan dengan bantuan forceps).

Penderita hemofilia berat biasanya mengalami perdarahan pertama di usia 6-9 bulan saat mereka mulai bergerak dan timbul perdarahan sendi.

Pada anak usia 11-12 bulan sering dijumpai luka (laserasi) di lidah atau bibir. Pada anak yang lebih besar, biasanya salah satu pria anggota keluarganya juga menderita hemofilia A.

Gambaran klinis yang khas pada hemofilia berat adalah terjadinya perdarahan jaringan lunak dari sendi lutut dan otot yang spontan dan berulang sehingga menimbulkan pembengkakan sendi yang disertai nyeri/rasa sakit yang luar biasa. Ini biasanya muncul sejak masa balita, saat anak mulai merangkak, berdiri, dan berjalan.

Perdarahan otot dan sendi ini dapat juga terjadi di: otot lengan atas, bahu, sendi siku, otot lengan bawah, otot iliopsoas (salah satu otot di paha kanan), otot paha, sendi lutut, otot betis, panggul, sendi pergelangan kaki, sendi kaki.

Perdarahan sendi yang berulang ini selain menyebabkan sendi tegang dan bengkak, juga mengakibatkan ruang sendi menyempit, rusaknya tulang rawan (kartilago) dan minyak sendi (sinovial), sehingga sendi menjadi kaku (kontraktur) dan pergerakannya terbatas, diikuti mengecilnya (atrofi) otot-otot kaki.

Akhirnya penderita mengalami gangguan berjalan dan beraktivitas. Terkadang, dapat juga disertai perdarahan perut dan saluran cerna (gastrointestinal), ada darah di air seni (hematuria), dan perdarahan otak (intracranial hemorrhages)) yang terakhir ini jarang terjadi.

Pada hemofilia sedang dan ringan, keluhan biasanya muncul di usia tumbuh kembang, seperti: anak sering sakit gigi, giginya terlepas spontan, dan terjadi perdarahan yang sukar dihentikan. Operasi lain misalnya: pencabutan (ekstraksi) gigi dan operasi amandel (tonsilektomi). Hemofilia ringan juga dapat diketahui saat anak disunat (sirkumsisi), yang mengakibatkan perdarahan terus menerus yang terkadang diikuti hematoma (pembengkakan karena perdarahan di bawah kulit) yang hebat di penisnya.

Bagi wanita pembawa (carriers) hemofilia, seringkali tanpa gejala. Wanita dengan hemofilia, dapat menunjukkan perdarahan yang hebat selama menstruasi (menorrhagia), yang dapat diatasi dengan pil pengendali kelahiran dan agen antifibrinolitik.

Biasanya, penderita diketahui menderita hemofilia A saat operasi, mengalami perdarahan (misalnya saat khitan/sirkumsisi), atau riwayat sering transfusi darah untuk mengatasi perdarahan. Berat-ringannya gambaran klinis penderita hemofilia bervariasi, ditentukan oleh ada/tidaknya kelainan sitogenetik (misalnya: mutasi, delesi, inversi gen FVIII) dari kromosom X.

Berat-ringannya manifestasi perdarahan dipengaruhi oleh tipe mutasi pada faktor VIII. Pada mutasi titik, dapat terjadi perdarahan ringan hingga berat, tergantung dari efek mutasi yang timbul terhadap fungsi gen. Pada mutasi dengan delesi gen hampir selalu terjadi perdarahan yang berat.

Baca juga: Indonesia berjuang bisa berikan profilaksis untuk pasien hemofilia

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar faktor VIII menurun, nilai aPTT (activated Partial Thromboplastin Time) amat memanjang, sedangkan waktu protrombin (prothrombin time/PT), hitung trombosit (platelet count), dan waktu perdarahan (bleeding time/BT), normal.

TGT (thromboplastin generation time/test) / differential APTT dengan plasma abnormal. Untuk faktor von Willebrand (vWF) kualitas produksinya normal, sedangkan jumlahnya dapat normal/meningkat, adapun kadar faktor IX normal.

Kadar normal faktor VIII yaitu: 50-150%, hemofilia berat (< 1%), hemofilia sedang (1-5%), hemofilia ringan (>5%). Kadar inhibitor faktor VIII, disebut low titer: 0-10 Bethesda U, atau high titer: >10 Bethesda U.

Diagnosis pasti adalah dengan memeriksa kadar faktor VIII. Untuk lebih memastikan, dapat dilakukan diagnosis molekuler, yaitu dengan memeriksa petanda gen hemofilia pada kromosom X.

Jika fasilitas tersedia dan sesuai indikasi, dapat dilakukan: PCR, sekuens genetika, CT-scan kepala (nonkontras), CT-scan tubuh (dengan/tanpa kontras), MRI, foto rontgen untuk menilai sendi. Angiography atau nucleotide bleeding scan, dapat dilakukan sesuai indikasi klinis.

Terapi

Tujuan utama terapi adalah mencegah perdarahan. Perdarahan akut harus segera diatasi (dalam 2 jam, jika mungkin). Bila terjadi perdarahan pada sendi dan otot, sebaiknya lakukanlah langkah berikut: istirahatkan anggota tubuh yang terluka, kompres luka dan sekitarnya dengan es atau bahan yang lembut dan beku/dingin, tekan dan ikat, sehingga anggota tubuh yang berdarah tidak dapat bergerak.

Pakailah perban elastis yang tidak terlalu keras, posisikan bagian tubuh itu lebih tinggi dari dada, dan letakkan di atas bantal/benda yang lembut. Berikan FVIII 30-40%.

Dapat diberi obat antiinflamasi nonsteroid, ibuprofen, atau propoxyphene sebagai penghilang nyeri. Jangan diberi aspirin. Lanjutkan terapi sampai perdarahan berhenti.

Terapi non transfusi, seperti: desmopressin dan antifibrinolitik. Desmopressin atau DDAVP (1-Deamino-8-D-Arginine Vasopressin) dapat diberikan ke penderita hemofilia A ringan dan sedang untuk meningkatkan kadar FVIII sebesar 2-8 x.

Obat antifibrinolitik, seperti: epsilon-aminocaproic acid atau EACA [perlu loading dose 200 mg/kg (maksimum 10 g) diikuti 100 mg/kg (maksimum 30 g/hari) setiap 6 jam] atau tranexamic acid (25 mg/kg 3-4 x sehari) yang biasa digunakan untuk mengatasi perdarahan di gusi, perut-saluran pencernaan, dan saat bedah mulut (oral surgery). Keduanya dapat diberikan sesuai indikasi klinis selama satu minggu atau lebih.

Kriopresipitat (1 unit/kg, dapat diulang tiap 18 jam) merupakan salah satu modalitas terapi untuk hemofilia A, yang dibuat dari FFP yang dibekukan. Modalitas terapi yang lain diperoleh dari plasma dan dari hasil rekayasa genetik, yaitu rekombinan faktor VIII (r-f VIII).

Keunggulannya: aman dari penularan virus, menimbulkan antibodi lebih rendah, suplai yang tak terbatas, namun harganya sangat mahal.

Terapi di rumah yang terbaik dengan pemberian konsentrat FVIII. Jika diobati di rumah, maka haruslah memenuhi persyaratan: diagnosis harus pasti, usia minimal 4 tahun, rutin ke klinik setiap 6-12 bulan untuk memastikan kesehatan penderita, catatan kesehatan/penggunaan FVIII serta keadaan psikososial penderita haruslah baik. Bila perdarahan terjadi 2-3 bulan sekali tidak perlu dilakukan pengobatan di rumah.

Penderita dengan inhibitor FVIII di awal terapi tidak dilakukan pengobatan di rumah.
Untuk terapi di masa mendatang, sedang dikembangkan teknik transfer gen (gene therapy) untuk mengubah hemofilia berat menjadi ringan atau sedang.

Terapi pengganti lainnya sebagai alternatif dari terapi gen yaitu dengan pengembangan produk rekombinan lewat rekayasa faktor pembekuan dan penggunaan bioreaktor transgenik. Riset terbaru membuktikan; transgenik dari hewan babi mampu menghasilkan susu yang mengandung FVIII dan IX.

Di Indonesia, pemberian kriopresipitat untuk penderita hemofilia A masih diperlukan karena biayanya relatif murah, mengingat FVIII dan FIX konsentrat komersial yang telah beredar di Indonesia, yaitu: Koate DVI (berisi FVIII) dan Konine DVI (berisi FIX) harganya sangat mahal. Sedangkan pembuatan FVIII dan IX konsentrat kering belum memungkinkan karena memerlukan teknologi tinggi.

Rincian terapi berdasarkan tipe perdarahannya bersumberkan dari Nathan and Oski's Hematology of Infancy and Childhood. 7th Ed. 2009;30:1491 adalah sebagai berikut ini:

Pertama, perdarahan sendi atau hemarthrosis. Jika terjadi di sendi pinggul, perlu evaluasi ortopedis (tulang). Terapi yang direkomendasikan dokter adalah 50 U/kg faktor VIII konsentrat untuk dosis awal, 20 U/kg di hari berikutnya; pertimbangkan terapi tambahan, tergantung dari respon.

Untuk hemofilia ringan atau sedang, desmopressin 0,3 mikrogram/kg, harus digunakan sebagai pengganti faktor VIII konsentrat jika penderita diketahui berespon terhadap kadar hemostatik faktor VIII. Bila dosis diulang, monitor kadar faktor VIII untuk kejadian syok yang cepat (tachyphylaxis).

Kedua, perdarahan otot atau jaringan kulit (subcutaneous hematoma). Terapi yang direkomendasikan dokter adalah 50 U/kg faktor VIII konsentrat; perlu 20 U/kg setiap hari hingga pulih.

Ketiga, perdarahan mulut, gigi susu, atau ekstraksi gigi. Untuk kasus ini, dokter akan merekomendasikan pemberian 20 U/kg faktor VIII konsentrat (40 U/kg untuk ekstraksi gigi geraham), terapi antifibrinolitik.

Keempat, mimisen (epistaxis). Dokter akan menyarankan untuk menekan selama 15-20 menit, dengan petrolatum gauze (sejenis kain kasa), nosebleed QR, dan pemberian terapi antifibrinolitik. Jika gagal, maka akan merekomendasikan pemberian 20 U/kg faktor VIII konsentrat.

Kelima, operasi besar (major surgery), dan perdarahan yang mengancam kehidupan (di sistem saraf pusat, perut-saluran cerna, jalan nafas). Pada kasus ini, maka dokter akan merekomendasikan 50-75 U/kg faktor VIII konsentrat; lalu mulai diberi infus berkelanjutan 3 U/kg/jam untuk mempertahankan faktor VIII > 100 U/dL selama 24 jam, lalu berilah 2-3 U/kg/jam selama 5-7 hari untuk mempertahankan kadarnya > 50 U/dL dan 5-7 hari tambahan pada level > 30 U/dL (bolus diperbolehkan); monitor kadar faktor VIII.

Keenam, perdarahan iliopsoas (salah satu otot di paha kanan). Pada kasus ini, dokter akan merekomendasikan 50 U/kg faktor VIII konsentrat, lalu 25 U/kg setiap 12 jam sampai gejala menghilang, dilanjutkan 20 U/kg setiap hari selama 10-14 hari. Perlu evaluasi radiologis sebelum penghentian terapi.

Ketujuh, hematuria (air seni mengandung darah). Dokter akan menyarankan untuk beristirahat di tempat tidur (bed rest), lalu memberikan 1,5 x cairan maintenance. Jika belum terkendali dalam waktu 1-2 hari, maka diberi 20 U/kg faktor VIII konsentrat. Jika belum membaik, akan memberikan prednisone jika HIV (human immunodeficiency virus) negatif.

Baca juga: Penyandang hemofilia dihadapkan tantangan geografis pengobatan

Pencegahan

Umumnya, protokol yang paling sering disarankan untuk pencegahan (prophylaxis) adalah infus 25-40 IU/kg clotting factor concentrates 3x seminggu untuk penderita hemofilia A.

Gold standard regimen profilaksis primer sesuai dengan regimen Malmö: infusion 25-40 unit/kg faktor VIII berselang-seling (minimum 3x seminggu). Adapun dosis menurut regimen Dutch sebesar 15-25 IU/kg 2-3x seminggu.

Untuk hemofilia berat, terapi pencegahan (profilaksis) sebaiknya dimulai sejak usia 1-2 tahun dan berlanjut terus.

Pencegahan primer, dengan pemberian FVIII secara teratur dan rutin, dimulai sebelum anak berusia 2 tahun atau setelah anak mengalami perdarahan sendi yang pertama kalinya.

Pencegahan sekunder, dengan pemberian FVIII secara teratur dan rutin, dimulai saat anak berusia lebih dari 2 tahun, atau setelah terjadi perdarahan pada minimal 2 sendi, atau setelah sendi rusak.

Dosis yang diberikan adalah 25-50 unit/kg berat badan FVIII dengan interval 2-3 hari atau 3x dalam seminggu.

Terapi profilaksis yang teratur 2 atau 3 x seminggu pada masa anak-anak mencegah perdarahan sendi dan mampu membuat anak berkembang mendekati perkembangan sendi yang normal.

Hindari mencabut lebih dari dua gigi pada saat bersamaan, meskipun kasusnya hemofilia ringan. Hindari aktivitas fisik dan olahraga berisiko tinggi, yaitu yang dapat menimbulkan cedera/luka, seperti: panjat tebing, sepakbola, futsal, gulat, tinju, karate, beladiri, dsb.

Berenang, bersepeda, mendayung, jogging boleh dilakukan. Mengusahakan berat badan tetap ideal, jika berlebihan dapat mengakibatkan perdarahan di sendi-sendi kaki. Rutin memeriksa kesehatan gigi. Hindari aspirin karena obat ini dapat meningkatkan perdarahan. Memberitahu dan mengedukasi pihak sekolah, teman sebaya, masyarakat tempat penderita tinggal dan dirawat, sehingga tercipta lingkungan yang kondusif.

Hal yang perlu dilakukan agar tidak mendapat keturunan yang menderita hemofilia yaitu: dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan mutasi pada kromosom X pada wanita yang akan dinikahi, melakukan wawancara/investigasi dari riwayat keluarga wanita itu, apakah ia sebagai pembawa (carier) hemofilia atau tidak.

Caranya: wanita diduga carier bila bapak kandungnya penderita hemofilia, atau memiliki saudara laki-laki yang menderita hemofilia. Mendiagnosis sebelum bayi lahir (antenatal diagnosis), caranya dengan mengambil FVIII dan FIX dari sampel darah yang diambil dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan, saat usia kehamilan 16–20 minggu.

Baca juga: Hemofilia bukan perdarahan tak berhenti tetapi lebih lama

Tahukah Anda?

Secara etimologi, hemofilia berasal dari kata hemo (= darah) dan philia (= suka), sehingga hemofilia berarti penyakit suka berdarah.

Di Amerika, hemofilia pertama kali ditemukan sekitar awal tahun 1800. Gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan faktor VIII, yaitu gen FVIII, terletak pada gen 28q, berlokasi pada lengan panjang, distal, kromosom X yaitu pada region Xq 2.6 kromosom X, dengan panjang sekitar 186 kilobase dan menyusun 0,1% DNA pada kromosom X, dengan 26 exon dan 25 intron.

Gen FVIII berfungsi mengatur produksi dan sintesis FVIII. Nama lain faktor VIII: antihemophilic factor A, proserum prothrombin conversion accelerator, antihemophilic globulin A, F8. Plasma half-life untuk konsentrat FVIII sekitar 8-12 jam.

Yang pertama kali memperkenalkan pencegahan (profilaksis) primer adalah Profesor I.M. Nilsson dan rekan-rekannya di Malmö, Swedia, tahun 1960-an.

Penyulit dan komplikasi hemofilia yang sangat fatal dan sering menimbulkan kematian adalah perdarahan otak (stroke hemoragik).

Anak dengan hemofilia A memerlukan darah/produk darah, konsentrat faktor pembekuan seumur hidup, sehingga biayanya relatif mahal. Infeksi virus hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama kematian penderita hemofilia. Ko-infeksi HCV dan HIV, dapat terjadi pada 50% penderita hemofilia.

Ciri khas hemofilia A adalah terdapatnya perdarahan sendi (hemarthrosis) karena seringnya jatuh saat mulai belajar berjalan.

Gejala-tanda klinis hemofilia A dan B sulit dibedakan, kecuali dengan pemeriksaan laboratorium khusus. Beberapa penderita hematuria pada hemofilia dapat sembuh sendiri dan tidak perlu terapi spesifik.

Baca juga: Mengenali gejala hemofilia

*) dr. Dito Anurogo, MSc adalah Dokter Rakyat di Kampus Desa Indonesia, dosen tetap di FKIK Universitas Muhammadiyah Makassar, kandidat PhD di IPCTRM Taipei Medical University Taiwan, penulis puluhan buku berlisensi BNSP di antaranya “The Art of Medicine” dan “The Miracle of Medicine”

Copyright © ANTARA 2021