Pontianak (ANTARA News) - Pertumbuhan Muslim Tionghoa di Indonesia semakin pesat, khususnya di Jakarta, Surabaya, dan Semarang, kata Wakil Ketua Bidang Kesra DPP Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Budijono.

"Di Jakarta saja jumlah Muslim Tionghoa saat ini sudah ratusan ribu orang," kata Budijono yang juga memiliki nama Nurul Fajar, di sela Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antar Pimpinan Pusat dan Daerah Intern Agama Islam di Pontianak, Kalbar, Rabu.

Dari 238 juta jiwa penduduk Indonesia, menurut dia 15 persen di antaranya adalah warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, dan sebanyak lima persen dari 15 persen tersebut adalah Muslim, kata Budijono.

Ia mengingatkan, Islam sudah masuk ke China sejak 1.400 tahun lalu ketika Said bin Abu Waqos membangun Mesjid di Guangzhou, China, sementara di Indonesia Islam baru masuk 700 tahun lalu.

"Jadi sebenarnya di China, Islam sudah lebih dulu berkembang dan dianut puluhan juta orang. Kalau ada yang memisahkan antara keturunan China dengan warga Indonesia yang lain itu sebenarnya hanya politik adu domba China-pribumi di masa lalu," katanya.

Ia mencontohkan, istilah "baju koko" bagi pakaian pria untuk sholat, sebenarnya merupakan kosa kata yang berasal dari kalangan orang Tionghoa.

Namun demikian, ujar dia, kebanyakan Muslim Tionghoa di Indonesia bukan karena asal-usulnya memang Muslim, tapi lebih disebabkan masuk Islam karena "panggilan hati".

Pertumbuhan Islam di kalangan warga keturunan Tionghoa akan terus melaju karena menurut dia, ajaran Islam sangat komprehensif dan paling sempurna.

"Saya sebelum ini sudah belajar agama-agama lain, tapi Islam yang menjawab semua pertanyaan saya sekaligus paling logis. Tidak ada dogma dalam Islam. Islam untuk orang yang beriman sekaligus berakal," kata ahli pengobatan yang masuk Islam sejak SMP itu.

Ia mengatakan, PITI juga memiliki program pertukaran ulama antara Muslim keturunan China di Indonesia dan masyarakat Muslim di China.

"Kami juga memiliki korps Mubaligh yang berdakwah untuk kalangan Tionghoa Indonesia. Banyak dari mereka ini masih cadel bahasa Indonesia karena biasa berbahasa China, tapi bahasa Arabnya juga jago," katanya.
(D009/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010