Jadi, kita harus melakukan koreksi nasional terhadap UU ITE, karena di Eropa itu bila ada hoaks yang viral justru platform digital yang digugat, tapi kalau kita sebaliknya. Karena itu, sebaiknya ya dua-duanya, baik pemilik akun maupun pemilik platfor
Badung (ANTARA) - Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menegaskan bahwa hoaks (kabar bohong) itu semestinya bukan cuma kesalahan pemilik akun, namun juga kesalahan pemilik platform digital yang meraup keuntungan dari hoaks yang viral.

"Ini yang harus dikoreksi dari UU ITE kita itu, karena hoaks itu bukan cuma kesalahan pemilik akun, karena pemilik platform digital seperti Youtube, Google, FB, dan medsos lainnya yang untung secara finansial," katanya di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.

Baca juga: Kemenko Polhukam: Selesaikan delik pers ke Dewan Pers

Saat berbicara dalam Forum Komunikasi Media Massa bertema "Peningkatan Pemahaman tentang Delik Pers bagi ASN dan Wartawan" yang diadakan Kemenko Polhukam bersama Dewan Pers di Bali secara luring-daring itu, ia menjelaskan 96 persen pendapatan platform digital (medsos) itu dari hoaks yang viral.

"Jadi, kita harus melakukan koreksi nasional terhadap UU ITE, karena di Eropa itu bila ada hoaks yang viral justru platform digital yang digugat, tapi kalau kita sebaliknya. Karena itu, sebaiknya ya dua-duanya, baik pemilik akun maupun pemilik platform digital-nya," kata Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional di Dewan Pers itu.

Dalam forum yang dihadiri jajaran Kominfo se-Bali, kalangan pers, asosiasi media, dan Humas TNI-Polri itu, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan di Dewan Pers, Agung Dharmajaya, mengatakan UU ITE memang membedakan secara tipis untuk kritik, nynyir, fitnah, dan kebencian.

"Misalnya, informasi tentang 'Gubernur jarang ke kantor'. Kalau kritik itu menyatakan Gubernur jarang ke kantor menyebabkan tugas terbengkalai. Kalau nyinyir itu menyatakan bagaimana mau kerja kalau jarang ke kantor. Kalau fitnah itu menyatakan jarang ke kantor itu pasti cari duit di luar. Kalau benci itu menyatakan pantas saja jarang ke kantor karena jadi gubernur itu modalnya besar. Begitulah," katanya.

Sementara itu, Plt Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam, Marsma TNI Oka Prawira, mengharapkan jajaran pemerintah yang memiliki sengketa dengan pers hendaknya menyelesaikan delik pers yang terjadi dengan mengadukan ke Dewan Pers.

"Pers itu mendorong supremasi hukum, demokrasi, dan kebhinnekaan, serta memenuhi hak masyarakat, tapi masyarakat tetap dapat mengontrol pers melalui Dewan Pers. Kalau pers ada kekurangan, adukan ke Dewan Pers. Itu sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999," katanya.

Baca juga: Media yang kredibel ciptakan ekosistem digital yang sehat
Baca juga: TNI laporkan media daring ke Dewan Pers terkait berita Papua

Pewarta: Edy M Yakub
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021