Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengemukakan program eliminasi penularan penyakit HIV, sifilis, hepatitis dan malaria perlu diselesaikan secara bersamaan di tengah upaya penanggulangan pandemi COVID-19.

"Mudah-mudahan sambil kita menghadapi COVID-19 ini, sambil kita membangun infrastruktur sistem yang baik, kita benar-benar bisa juga melakukan eliminasi terhadap penyakit seperti malaria, hepatitis, sifilis dan HIV," kata Budi Gunadi Sadikin saat hadir secara virtual dalam acara puncak Hari Hepatitis Sedunia ke-12 Tahun 2021 yang dipantau secara virtual dari Jakarta, Rabu.

Budi mengatakan diperlukan komitmen seluruh pihak untuk menyelesaikan persoalan penyakit menular di tengah masyarakat.

Target tersebut di antaranya HIV, sifilis dan hepatitis atau yang biasa disebut sebagai triple eliminasi pada ibu ke anak yang ditargetkan tercapai pada 2022. Sedangkan eliminasi Hepatitis B dan C ditargetkan tercapai pada 2030.

Baca juga: Wamenkes: Asma tidak bisa disembuhkan namun dapat dikendalikan

Baca juga: Dr Boyke: Sunat dewasa kurangi risiko tertular penyakit menular


Selain itu, Budi juga mengingatkan pentingnya pencapaian target eliminasi malaria pada 2030 di Indonesia. "Jadi saya rasa banyak tugas yang harus kita lakukan. Kita lihat negara-negara lain sudah bisa melakukan ini," katanya.

Budi mengakui bahwa kesibukan pemerintah bersama pihak terkait dalam program vaksinasi COVID-19 telah mengakibatkan penurunan vaksinasi pada penyakit lainnya.

"Tapi saya ingin memastikan bahwa kita tidak boleh mengabaikan itu, karena apa yang kita lakukan sangat menentukan 10 sampai 15 tahun ke depan," katanya.

Budi mengatakan selain vaksinasi COVID-19, Kemenkes kembali mengintensifkan pengawasan secara ketat pemberian vaksin selain program penanganan COVID-19.

"Mulai di bulan Agustus ini, ke depan kita juga akan memonitor secara ketat vaksinasi lainnya termasuk juga vaksinasi atau imunisasi hepatitis yang akan dilakukan pada bayi-bayi kita," katanya.

Ia mengatakan Kemenkes juga perlu memastikan bahwa tindakan promotif dan preventif terhadap risiko penyakit menular, salah satunya bisa dilakukan dalam bentuk deteksi dini terhadap ibu yang hamil maupun juga terhadap populasi yang berisiko terkena hepatitis B atau hepatitis C.

"Saya juga baru mengetahui bahwa tenaga kesehatan memiliki risiko terpapar hepatitis. Jadi kita akan memastikan bahwa semua tenaga kesehatan itu kita berikan perlindungan dan juga selalu diawasi dengan ketat agar kita bisa deteksi lebih dini," katanya.

Menurut Budi, penanganan terhadap penyakit menular seperti hepatitis, HIV, COVID-19 perlu diintensifkan pengendaliannya di sisi hulu karena akan sangat menentukan terhadap beratnya tekanan di hilir atau di rumah sakit.

"Kita akan jauh hidup lebih enak kalau kita disiplin, di hulu kita melakukan testing dan penelusuran (tracing) yang lebih ketat. Kita melakukan deteksi dini di hulu, kita melakukan pengobatan (treatment) di hulu dibandingkan kita mengabaikan itu kemudian kalau sampai terkena sehingga harus menanganinya di sisi hilir," kata Budi.

Seluruh tanggung jawab tersebut, kata Budi, membutuhkan kerja keras dan juga dukungan dari seluruh masyarakat. "Tidak mungkin kami bisa melakukan ini sendiri dan saya yakin kalau kita bekerja bersama-sama secara produktif menggalang seluruh kemampuan yang kita miliki masing-masing, maka tujuan mulia itu akan tercapai," katanya.*

Baca juga: BPPT kembangkan sistem informasi zoonosis di Indonesia

Baca juga: Epidemiologi: Polio penyakit menular yang bisa dieradikasi

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021