Jakarta (ANTARA) -
Mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan perbedaan pendapat antara Soekarno dan Mohammad Hatta justru menguatkan nilai-nilai yang mereka perjuangkan.
 
"Dalam memaknai dwitunggal Soekarno-Hatta, saya menilai bahwa sosok Hatta bagi Soekarno ataupun sebaliknya layaknya persilangan dua kayu dalam sebuah tungku api," kata Arcandra dalam talkshow "Pekan Bung Hatta" bertema Soekarno-Hatta Dwitunggal, yang digelar oleh Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan, yang ditayangkan di Channel Youtube BKNP PDI Perjuangan, Kamis.
 
Kritik Hatta terhadap Soekarno, lanjut dia, membuat argumentasi kebangsaan yang dimiliki Soekarno menjadi teruji.
 
"Soekarno membutuhkan tantangan-tantangan yang justru ia dapatkan dari kritikan Hatta. Meskipun sebagai manusia, Soekarno kadang marah dengan kritikan Hatta, namun akhirnya dia butuh itu untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik," ucap-nya dalam siaran persnya.
 
Makna dwitunggal ini, tambah dia, juga saling percaya satu sama lain dalam berbagai momen pengambilan kebijakan, seperti momen pembacaan teks Proklamasi tersebut.
 
Banyak hal yang sebenarnya berbenturan antara Soekarno dan Hatta yang terjadi pada beberapa momen.

Baca juga: Sejarawan ceritakan karakter Bung Karno memimpin yang patut diteladani

Baca juga: Masa penting pendidikan politik Bung Karno di rumah HOS Tjokroaminoto
 
"Namun, cara mereka berdua saling menciptakan sintesa-antitesa dan bukan hanya sintesa saja telah memperkuat pemahaman terhadap sebuah keputusan," ujar doktor lulusan Texas A&M University ini.
 
Sementaran itu, wartawan senior Kompas Trias Kuncahyono mengatakan bahwa perjumpaan antara Soekarno dan Hatta merupakan perjumpaan yang telah ditakdirkan oleh alam dan telah menjadi suratan sejarah.
 
"Itulah yang menjadi simbol dasar pemaknaan dwitunggal Soekarno-Hatta. Saya ibaratkan keduanya itu bagaikan dua sisi dari sekeping mata uang. Dua sisi mata uang pasti berbeda satu sama lainnya, namun dwitunggal dalam kepingan yang sama," tutur Trias beranologi.
 
Mengutip intelektual hukum Djokosoetono, Trias mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempersatukan sebuah bangsa. Pertama, hal semisal bendera merah putih dan ideologi negara. Kedua adalah integritas personal para pemimpinnya.
 
"Keduanya dipersatukan oleh sejarah, dipertahankan oleh alam dan kemudian menjadi pemersatu bangsa. Satu orang merupakan orator ulung dan penyemangat, satu lagi adalah seorang administrator dan diplomat andal," lanjut Trias.
 
Disebutkannya, meskipun kemudian Bung Hatta mundur sebagai wakil presiden karena perselisihannya yang sudah memuncak dengan Soekarno, dwitunggal antara Soekarno-Hatta masih tetap utuh.
 
"Meskipun sudah tidak menjadi wakil presiden kala itu, Bung Hatta terus memberikan masukan dan kritikan kepada Soekarno yang dibuktikan dalam surat-surat yang ditulis oleh Hatta. Ini isyarat bahwa dwitunggal ini masih terus berlangsung dan bukan menjadi ‘dwitanggal'," tutur Trias.
 
Arcandra pun menilai mundurnya Hatta dari kursi wapres saat itu sebagai cara Hatta memberikan kesempatan kepada sahabatnya untuk menjalankan tesis politiknya.
 
"Kita tidak bisa membayangkan jika gagasan kebangsaan keduanya saling berhadapan," kata Arcandra.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021