Bandung (ANTARA) - Mengenakan hijab berwarna hitam, peraih medali perunggu Olimpiade Musim Panas Tokyo 2020 dari angkat besi, Windy Cantika Aisah terlihat semringah saat hadir di Gedung Sate Bandung untuk menerima bonus atau kadeudeuh dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Ia bersama sejumlah atlet berprestasi lainnya asal Provinsi Jabar menjadi tamu khusus yang hadir dalam peringatan HUT ke-76 Jabar, yang digelar di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis.

Windy Aisah berhasil menorehkan prestasi pada usia yang masih muda, pada usia 19 tahun. Ia lahir di Bandung pada  11 Juni 2002.

Baca juga: Menkominfo apresiasi Windy Cantika raih medali pertama bagi Indonesia

Apabila melihat silsilah keluarganya, maka orang akan maklum jika Windy bisa berprestasi di tingkat dunia.

Bakatnya ternyata menetes dari sang ibu yakni Siti Aisah yang merupakan atlet pemegang medali perunggu piala dunia angkat berat 1998.

Awal ketertarikan Windy pada olahraga angkat besi muncul karena sering diajak ibu dan kakaknya untuk berlatih.

Saat itu usianya masih belia, rewel dan suka mengganggu sesi latihan ibu dan kakaknya.

Agar tidak mengganggu latihan, ia kemudian dibuatkan barbel dari pipa besi yang ujungnya diberi pemberat dari semen. Baru ketika memasuki kelas 5 SD, Windy mulai serius mengikuti latihan.

"Terinspirasi sama mamah. Pas kakak latihan, kan (saya) suka gangguin, lalu dikasih paralon untuk latihan," ujarnya.

Serius dan disiplin dalam menjalani pelatihan, baik saat dilatih oleh ibunya sendiri maupun oleh pelatih di tingkat Kabupaten dan juga Pelatnas, Windy kemudian banyak menorehkan prestasi.

Baca juga: Ridwan Kamil beri "kadeudeuh" Windy Cantika Rp300 juta

Ia berhasil memecahkan rekor angkat besi tingkat remaja dua kali yakni di Pattaya Thailand dan Filipina.

Ia juga memenangi medali emas pada Pesta Olahraga Asia Tenggara tahun 2019.

Medali perunggu di Olimpiade Tokyo di kelas 49 kilogram putri adalah prestasi terbaiknya. Ia pun berhak atas kadedeuh senilai Rp500 juta dari Pemdaprov Jawa Barat dan Bank BJB.

Windy sangat disiplin dan komitmen dalam menjalani berbagai latihan yang dibebankan. Bahkan sebulan sebelum Olimpiade Tokyo dimulai ia sudah berhenti makan sambal, es, dan gorengan.

"Pak Jajang (pelatih) sangat baik, sangat perhatian, sampai makanan pun dikontrol, selalu mengingatkan. Badan Windy kan sensitif, jadi tidak boleh makan sambal, es, dan gorengan," katanya.

Terkait target yang ingin diraihnya di masa mendatang, Windy kini sedang bersiap untuk event PON di Papua, SEA Games, dan Asian Games.

"Tidak menjanjikan apa-apa, hanya minta doa dan dukungan semoga bisa berhasil lagi," katanya.

Baca juga: Gubernur serahkan "kadeudeuh" ke atlet Jabar peraih medali Olimpiade
  Sokongan pelatih

Sosok hebat di belakang keberhasilan seorang atlet tentu pelatih. Jajang Supriatna sudah bertahun-tahun jadi pelatih Windy.

Jajang berkisah, pada awalnya Windy harus bersaing dengan atlet lain dengan ketat. Namun karena kegigihan serta mampu melahap latihan dengan baik, anak didiknya terpilih untuk mewakili Indonesia di ajang Olimpiade.

"Kerja kerasnya luar biasa. Kalau sakit tidak mengeluh, semangat, dan cita-citanya memang tinggi. Terutama kedisplinannya dan mampu mengatur sendiri program latihan, meski sedang waktu istirahat," katanya.

Saat akan berlaga, tim pelatih pelatnas sempat mengingatkan Windy agar bertanding maksimal namun tidak terlalu terbebani dengan target juara.

"Pokoknya main saja sebagus mungkin. Alhamdulillah berhasil juara tiga. Kami semua sujud syukur. Inilah hasil latihan dan kerja keras bersama, latihan memang tidak akan membohongi hasilnya. Semangatnya kini tidak sia-sia," ujar Jajang.

Windy menurut Jajang masih memiliki jalan yang panjang untuk terus berprestasi.

Baca juga: Perunggu Windy Cantika jadi suntikan semangat Rahmat Erwin raih medali

Namun demikian, upaya mencetak ‘Windy -Windy’ baru juga terus dilakukan sebagai regenerasi atlet di Jabar, baik di tingkat klub, pelatda, hingga pelatnas.

Olahraga angkat besi tidak sepopuler sepak bola, sehingga peminatnya pun tidak banyak.

Hanya saja, kata Jajang, anak muda yang tinggal di sekitar klub atau anak dari atlet angkat besi saja yang tertarik. Apalagi peralatan untuk latihan pun tergolong cukup mahal.

"Hasil pelatihan di pelatnas hingga Olimpiade ini menjadi bekal saya dalam membuat program latihan selanjutnya agar semakin baik," tutur Jajang yang berdomisili di Banjaran, Kabupaten Bandung itu.

Sebagai pelatih Jajang kecipratan kadeudeuh dari Pemda Prov Jabar senilai Rp100 juta.

Ia mengapresiasi pemberian kadedeuh tersebut dan dianggapnya sebagai bonus tujuan yang sudah tercapai: berprestasi.

"Saya tidak melihat besar dan kecilnya. Jika berprestasi, maka bonus dan kadedeuh pasti akan menyusul," tutur mantan atlet angkat besi itu.

Pada Olimpiade Tokyo 2020 yang baru lalu, Windy Cantika Aisah mempesembahkan medali pertama bagi kontingen Indonesia. Lifter putri asal Jawa Barat itu memperoleh medali perunggu pada debutnya di Olimpide dengan turun pada kelas 49kg, menghasilkan total angkatan 194kg dengan snatch 84kg dan clean and jerk 110kg.

Pada Olimpiade tersebut cabang angkat besi berhasil mempersembahkan tiga medali yakni satu perak yang diraih lifter Eko Yuli Irawan dan satu perunggu lainnya dari atlet Sulawesi Selatan Rahmat Erwin.

Baca juga: Windy Cantika tak menyangka bisa raih medali Olimpiade

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2021