Sekolah yang ditinggalkan dan tidak didampingi dibiarkan saja
Jakarta (ANTARA) - Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema meminta Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk bisa memberikan pendampingan secara merata pada semua sekolah di Indonesia.
 

“Kalaupun ada sekolah yang dibilang abal-abal, bukankah itu tugas Kemendikbudristek untuk mendampingi pemerintah daerah dalam mendampingi sekolah ini agar sekolah menjadi lebih bagus?,” kata Doni dalam siaran “Kritik Kebijakan Pendidikan Era Nadiem Makarim” yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
 

Menanggapi ada sejumlah sekolah yang tak memperoleh Dana BOS dari pemerintah, Doni menuturkan bahwa hal tersebut terjadi karena banyak sekolah swasta yang dianggap belum memiliki mutu yang baik atau abal-abal.
 

Sekolah-sekolah yang dipinalti dengan tidak diberikan Dana BOS itu, terjadi di daerah, yakni di Kota Solo dan Kecamatan Tawamangu di Jawa Tengah.
 

Padahal faktanya, dia mengatakan hal tersebut mungkin terjadi di daerah terpencil. Namun tidak seperti sekolah swasta yang berada di daerah DI Yogyakarta atau pun Sleman yang justru ikut membantu menampung siswa yang tidak diterima dari sekolah negeri akibat adanya sistem zonasi.

Baca juga: Pemerhati: Pengangkatan kepala sekolah di swasta cukup mengkhawatirkan

Baca juga: Legislator dorong Kurikulum Prototipe miliki dasar hukum kuat

 

“Terkait dengan Dana BOS meskipun Mas Menteri sudah menyatakan, itu tidak akan diterapkan pada tahun 2021. Persoalannya adalah apakah kementerian itu melihat ada dasar WNI yang terkandung dalam undang undang dan ada 20 persen anggaran pendidikan,” ucap dia.
 

Kemudian ia menyoroti sistem zonasi dan kurikulum prototipe yang belum bisa berjalan maksimal. Sistem zonasi yang kuotanya diturunkan menjadi 50 persen itu, nampak mengembalikan elitisme sekolah negeri dan menurunkan keheterogenan di sekolah yang sudah menjadi lebih plural.
 

Menurut Doni, ketika Kemendikbudristek meminta sekolah swasta untuk terlibat dalam kebijakan zonasi, kementerian itu tidak memberikan pendampingan pada pemerintah daerah yang seharusnya memenuhi standar pelayanan minimum terlebih dahulu.
 

Akibatnya, beberapa sekolah swasta terpaksa menerima anak-anak yang tak lolos zonasi tanpa memikirkan bagaimana lanjutan ke depannya. Sehingga banyak anak tak bisa mendapatkan pendidikan dengan baik dan layak.
 

Pada kurikulum prototipe, pemerintah dianggap belum dapat menjalankan kurikulum yang ditawarkan secara adil dan merata.
 

Doni menyoroti, kementerian yang dipimpin Nadiem Makariem itu tak memberikan pendampingan yang merata karena sekolah bisa menjalankan kurikulum sesuai kebijakan sekolah masing-masing.
 

Terlebih kurikulum prototipe, lebih disiapkan pada sekolah penggerak yang didampingi selama tiga tahun dan memiliki tenaga ahli yang sudah dilatih selam sembilan bulan.

Sehingga untuk mengatasinya, dia menyarankan seluruh sekolah diberikan kesempatan yang sama seperti sekolah penggerak.

“Jangan sampai terjadi sekolah yang didampingi jadi bagus, tapi sekolah yang ditinggalkan dan tidak didampingi dibiarkan saja,” tegas Doni.

Baca juga: Mendikbudristek : Sekolah Penggerak bukan hanya untuk sekolah unggulan

Baca juga: Nadiem tegaskan akan basmi tiga dosa dalam sistem pendidikan nasional

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022