Yerusalem (ANTARA News) - Sebuah tembakan roket dari Lebanon menghantam Israel Selasa, memicu militer Israel melakukan tembakan balasan dan meningkatkan ketegangan baru di sebuah wilayah yang sudah labil.

Sebuah kelompok Islamis yang tidak jelas mengaku bertanggungjawab atas tembakan roket tersebut, serangan pertama semacam itu dalam dua tahun, yang muncul di tengah kekhawatiran bahwa kerusuhan yang melanda Suriah dapat meluber ke Lebanon, atau memprovokasi konflik baru dengan Israel, lapor AFP.

Insiden tersebut menandai saling tembakan lintas perbatasan pertama sejak 1 Agustus dan peristiwa penembakan roket yang jarang kedalam Israel sejak negara Yahudi itu berperang melawan kelompok militan Hezbollah Lebanon pada 2006.

Dalam sebuah pernyataan, militer Israel mengatakan "sejumlah roket" mendarat di wilayah Galilea bagian barat tanpa menimbulkan korban apapun dan bahwa tentara Israel "membalas dengan menyasar asal tembakan tersebut."

Media Israel melaporkan bahwa total empat roket Katyusha menghantam wilayah tersebut, termasuk satu yang menghantam tanki gas dan menyebabkan kebakaran.

Di Lebanon, seorang juru bicara militer mengatakan paling sedikit satu roket ditembakkan dari wilayah Rumaysh, dan paling sedikit empat roket Israel ditembakkan sebagai balasan.

Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) juga menegaskan serangan tersebut dan mendesakkan pengekangan maksimal untuk mencegah eskalasi.

"Radar UNIFIL mendeteksi tembakan paling sedikit satu roket ke Israel segera sesudah tengah malam malam lalu dari wilayah umum Rumaysh di Lebanon selatan," katanya dalam sebuah pernyataan.

Komandan UNIFIL Mayor Jenderal Alberto Asarta Cuevas mengatakan serangan itu jelas dimaksudkan untuk merongrong stabilitas di wilayah itu.

"Adalah keharusan untuk mengidentifikasi dan manangkap pelaku serangan ini dan kami tidak akan menyianyiakan upaya untuk maksud ini dengan bekerja dalam kerja sama dengan angkatan darat Lebanon," katanya, menambahkan bahwa tentara tambahan telah ditempatkan.

Penduduk Ayta al-Shaab, terletak dekat Rumaysh, mengatakan mereka mendengar empat roket sedang ditembakkan dari lembah antara dua desa semalam dan berhamburan mencari perlindungan. Mereka mengatakan  mendengar tujuh roket ditembakkan dari Israel sebagai balasan.

Tidak ada laporan mengenai korban luka.

Wilayah Rumaysh sebagian besar dikuasai oleh kelompok militan kuat Hezbollah, namun seorang pejabat kelompok itu mengatakan kepada AFP dia tidak bisa segera mengomentari insiden hari Selasa itu.

Serangan itu diklaim oleh kelompok terkait Al-Qaida yang tidak jelas yang menyebut dirinya Brigade Abdullah Azzam.

"Pagi-pagi hari Selasa ini, roket-roket dari Brigade Abdullah Azzam menghantam koloni Zionis di Palestina bagian utara...dan mencapai sasaran mereka," kata kelompok tersebut dalam sebuah pesan email kepada website Lebanon Elnashra.

Kelompok yang sama mengklaim bertanggungjawab atas serangan roket terakhir dari Lebanon bagian selatan terhadap Israel pada 2009.

Di Israel, para pejabat militer mengatakan kepada radio angkatan darat mereka ingin menghindari eskalasi dan mengatakan bahwa balasan terhadap tembakan roket tersebut akan "terbatas dan selektif."

Baik pemerintah Israel maupun para pejabat militer meminta pemerintah Lebanon dan angkatan daratnya memikul sendiri tanggung jawab atas apa yang terjadi" di Lebanon bagian selatan.

"Pertanyaan tentang siapa yang berada di belakang penembakan tersebut belum dijawab," katanya, menambahkan bahwa "Hezbollah memahami bahwa dia tidak punya kepentingan dengan eskalasi."

Saling tembak paling akhir sepanjang perbatasan Israel-Lebanon yang selalu tegang terjadi pada 1 Agustus, ketika pasukan dari kedua negara melakukan penembakan sepanjang Blue Line, perbatasan yang ditarik PBB.

Insiden tersebut muncul hampir satu tahun setelah pasukan Israel dan Lebanon saling membalas tembakan sepanjang perbatasan yang sama, menewaskan dua tentara Lebanon dan seorang wartawan bersama dengan seorang perwira senior Israel.

Penembakan mematikan tersebut merupakan bentrokan terburuk antara kedua belah pihak sejak perang Israel yang menghancurkan pada 2006 di Lebanon melawan milisi Shiah Hezbollah, yang menghancurkan kebanyakan infrastruktur Lebanon dan menewaskan lebih dari 1.200 orang Lebanon -- terutama sipil -- dan 160 orang Israel, kebanyakan tentara.

Pada Mei 2011, ketegang sekali lagi berkobar ketika pengunjuk rasa memenuhi perbatasan antara kedua negara untuk menandai ulang tahun pembentukan negara Yahudi pada 1948, yang Palestina mengistilahkannya "nakba", atau bencana.

Pasukan Israel menewaskan 10 orang dan melukai lebih dari 110 orang lainnya ketika para pengunjuk rasa itu mencoba membanjiri melintasi perbatasan dari Lebanon. (K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011