Malang (ANTARA News) - Guru Besar Bio Cell Universitas Brawijaya Malang Sutiman mengungkapkan tembakau yang tumbuh di sejumlah wilayah di Tanah Air bisa untuk menangkal virus ebola yang saat ini sedang hangat diperbincangkan karena belum ada obatnya.

"Virus ebola itu memang mirip penyakit HIV/AIDS yang masih belum ditemukan obatnya. Namun, untuk mencegah virus tersebut tidak sampai meluas, sebenarnya cukup mudah, yakni dengan tembakau yang diolah menjadi vaksin," kata Prof. Sutiman di Malang, Senin.

Menurut dia, virus ebola menular lewat kontak badan atau ludah dan bisa merusak sistem peredaran darah hingga pembuluh darah pecah.

Gejala serangan virus ebola pada seseorang, kata dia, di antaranya ditandai dengan badan terasa panas selama dua hari hingga tiga pekan, tenggorokan sakit, otot linu-linu, kepala pening, muntah-muntah, dan diare.

Serangan virus ebola tersebut, kata pendiri Rumah Sehat dengan terapi rokok itu, bisa mengakibatkan fungsi hati dan ginjal menurun dan darah keluar dari kulit.

Berdasarkan catatan WHO dari 1.716 kasus yang terkena virus ebola, 1.350 penderita di antaranya meninggal.

Warga meninggal akibat virus ebola tersebut banyak terjadi di Afrika Barat, Brinee, Gunea Sierre Leone, Liberia, Negeria, dan sejumlah negara di Benua Afrika.

"Kalau melihat kondisi itu, kan sangat mengerikan, apalagi obatnya belum ada dan belum ditemukan," ujarnya.

Lebih lanjut Prof. Sutiman mengatakan bahwa tembakau memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.

Hal itu sudah diketahui sejak pertama kali ditemukan di Amerika Serikat.

Orang-orang Eropa membawa tembakau Amerika itu ke Eropa untuk dibuat obat sejak 1500 M hingga sekarang.

Menurut dia, selain dipakai untuk mengobati beberapa jenis penyakit, tembakau juga bisa dibuat vaksin untuk mencegah virus ebola.

Khusus virus ebola di dalam tanaman tembakau tersebut ada tobacco muzaic virus dan itu bisa disisipi gen antibodi untuk antiebola.

Jadi, kata dia, tanaman tembakau tersebut bisa memproduksi vaksin antiebola.

"Oleh karena itu, kalau kami dari Universitas Brawijaya Malang ini dipercaya dan ditunjuk membuat vaksin tersebut, sangat siap," tegasnya.

Hanya saja, kata Sutiman, untuk mengembangkan vaksin tersebut di pasaran sangat sulit karena persoalannya sangat kompleks meski dirinya yakin jika di balik kehebohan virus ebola itu akan muncul vaksin baru, seperti vaksin meningitis yang sebelumnya juga ramai menjadi perbincangan ketika menjelang musim haji beberapa tahun lalu.

Menurut dia, Indonesia selalu menjadi pasar potensial untuk vaksin virus ebola itu.

"Bayangkan, berapa juta orang yang harus divaksin, nah, itu kan bisnis, padahal untuk membuat vaksinnya sangat mudah dan bahan bakunya dari tembakau yang tumbuh subur di Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, dia meminta semua pihak, terutama pemerintah, tidak mudah termakan kampanye global yang bisa memusnahkan kekayaan hayati tembakau di Indonesia karena Indonesia memiliki varietas tembakau yang jenisnya banyak dan tidak dimiliki di belahan dunia lain.

Ada jenis tembakau Indonesia yang tidak bisa hidup di daerah lain, seperti tembakau madura, jember, dan tembakau temanggung. Berdasarkan kondisi tersebut, wajar bila Belanda sangat senang saat menjajah Indonesia sebab tembakau yang aslinya berasal dari Amerika Serikat, lalu dibawa ke Eropa itu sudah bisa dijadikan obat sejak tahun 1500 M.

"Kondisi jangka panjang dan dampak luasnya ini yang mestinya dipelajari agar tidak sampai merugikan negara, seperti yang sudah kita alami pada minyak kelapa," katanya.

Ia menegaskan, "Jadi, kampanye terkait dengan tembakau ini jangan ngawur, apalagi sampai memusnahkannya karena mematuhi ketentuan tar dan nikotin dunia yang sebenarnya hanya dilatarbelakangi persaingan bisnis semata."

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014