Jakarta (ANTARA News) - Tim Komisi III DPR menilai polisi kurang responsif dalam menangani kasus Salim Kancil dan kelompoknya setelah melakukan kunjungan ke Lumajang, Jawa Timur, untuk menggali informasi tentang pembunuhan dan penganiayaan aktivis anti-tambang.

"Khususnya Polres Lumajang yang tidak menangani sungguh-sungguh tentang ancaman yang diterima kelompok Salim Kancil dan Tosan dan sudah dilaporkan ke kepolisian," kata anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Jakarta, Senin.

Tim Komisi II DPR, menurut dia, juga mendapat kesan bahwa pemerintah daerah setempat membiarkan penambangan liar karena sudah berjalan dua tahun lebih.

Mereka juga mendapati fakta bahwa Salim Kancil bukan hanya aktivis yang ingin menyelamatkan lingkungan pantai di desanya, tapi juga pemilik sawah yang jadi hancur karena kegiatan penambangan pasir.

"Pak Kancil juga seorang pemilik sawah yang sudah hancur dan tidak bisa ditanami kembali akibat penambangan pasir liar yang dilakukan oleh kepala desa dan kelompoknya yang dikenal sebagai Tim 12," ujarnya.

Komisi III DPR meminta Polda Jawa Timur, yang menangani kasus tersebut, mengusut kasus pembunuhan, penganiayaan serta perusakan lingkungan di Lumajang.

Selain itu, menurut dia, polisi perlu mengembangkan penyidikan perkara untuk mencari tahu kemana saja uang dari Kepala Desa Haryono mengalir.

"Ada kecurigaan bahwa Haryono bisa leluasa melakukan penambangan pasir liar dalam skala masif karena membagi hasil kegiatan penambangan liarnya tersebut dengan pihak-pihak tertentu," katanya.

Dia mengatakan polisi perlu mencari tahu kemungkinan Haryono menyuap pihak tertentu dan menyelidiki kemungkinan adanya pidana pencucian uang.
 
"Karena pembiaran yang terjadi itu menimbulkan dugaan-dugaan adanya aliran uang," ujarnya.

Komisi III DPR menyatakan akan terus mengawal kasus itu dan pada kunjungan kerja awal November 2015 akan bertemu kembali dengan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur dan meminta informasi perkembangan penanganan perkara tersebut.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015