Malang (ANTARA News) - Puluhan wartawan Malang raya dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), mengecam aksi teror terhadap tiga jurnalis televisi yang bertugas di Lumajang, Jatim, Senin.

Kecaman tersebut diwujudkan dalam aksi solidaritas yang digelar di halaman gedung DPRD Kota Malang. Aksi tersebut juga dilatarbelakangi keprihatinan wartawan terhadap kebebasan pers yang sampai saat ini masih tersendat.

Koordinator aksi Yatimul Ainun, mengatakan aksi ini sebagai bentuk tuntutan kepada pihak kepolisian agar dapat bergerak cepat mengusut kasus teror tersebut.

"Kami semua berharap polisi tidak tinggal diam dan harus bergerak cepat agar ancaman dan teror yang dialamatkan pada tiga jurnalis televisi itu tidak sampai terjadi," ujarnya di sela aksi.

Jika kepolisian tidak bertindak cepat, katanya, dikhawatirkan banyak jurnalis yang menjadi korban kekerasan akibat tindakan dari pihak-pihak yang dirugikan.

"Beberapa tahun silam, sejumlah kasus pembunuhan terhadap jurnalis tidak terungkap dan jangan sampai ada korban lagi," ujarnya.

Ia dan jurnalis lainnya berharap pihak kepolisian dapat bekerja sama dengan wartawan untuk menyelesaikan kasus teror terhadap tiga orang jurnalis dan persoalan tambang ilegal di Lumajang tersebut.

"Tugas-tugas jurnalis ini dilindungi Undang-Undang Pers. Oleh karena itu, kami mendorong polisi segera bertindak agar kasus di Lumajang segera diusut dan tidak berlarut-larut, termasuk pengusutan terhadap pelaku teror," ujarnya.

Sementara Ketua PWI Malang Raya, Sugeng Irawan, mengatakan teror maupun intimidasi terhadap wartawan merupakan bentuk pembunuhan karakter. Tidak menutup kemungkinan perlakuan seperti itu akan terjadi di Malang Raya.

"Kami minta polisi bisa segera mengungkap siapa aktor utama peneror tiga jurnalis televisi di Lumajang itu. Jika memang ada keterlibatan anggota dewan atau pejabat lain, polisi jangan setengah hati menyelidiki kasus itu. Usut tuntas dan bawa ke pengadilan," tegasnya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015