Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 216 prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yang bertugas di wilayah perbatasan RI-Papua Nugini (PNG), dan tiga personel lainnya meninggal dunia akibat menderita penyakit malaria selama periode 17-28 Januari 2007, demikian Kepala Staf TNI AD (Kasad). "Pada 22 Januari 2007, terdapat 144 orang yang menderita malaria dan pada 28 Januari 2007 terdapat 72 orang," ujar Kasad, Jenderal TNI Djoko Santoso, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa. Sementara itu, tiga prajurit TNI AD yang meninggal akibat malaria masing-masing satu orang prajurit dari Batalyon Infantri 407 Kodam IV Diponegoro, satu orang prajurit Batalion Infantri 521 Kodam V/Brawijaya, dan seorang prajurit Batalyon Infantri 713 Kodam VII Wirabuana. Djoko mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi jatuhnya korban akibat malaria, antara lain menambah obat malaria dan cairan infus ke seluruh satuan tugas pengamanan perbatasan, melaksanakan pengasapan di semua pos, melaksanakan sosialiasi penanganan penyakit malaria bagi personel kesehatan satuan tugas pengamanan perbatasan, serta menambah bekal perlengkapan khusus berupa selambu dan cairan anti-nyamuk. "Kasus tersebut merupakan kasus yang mendapat perhatian khusus dari Mabes TNI AD, sehingga selain menambah obat-obatan dan perlengkapan lainnya, pihak Mabes TNI AD juga melakukan evaluasi terhadap kasus tersebut," katanya. Ia mengatakan, kondisi sarana dan prasarana di pos-pos perbatasan masih belum memadai, seperti terbatasnya sarana komunikasi, dukungan obat-obatan, serta air bersih. Djoko menambahkan, jumlah pos pengamanan di perbatasan RI-PNG adalah 94 pos terdiri atas 15 pos permanen dan 79 pos non-permanen. Djoko juga mengatakan, untuk meningkatkan kualitas pengamanan perbatasan dan pengamanan daerah rawan konflik dilakukan rotasi penugasan sesuai Surat Tugas (ST) Panglima TNI Nomor STR/270/2004 tertanggal 1 Mei 2004 yang menyatakan selama penugasan untuk satuan pengamanan minimal 10 sampai 12 bulan. "Hal ini berlaku untuk satuan non-organik dalam rangka efisiensi anggaran operasi, sedangkan untuk satuan organik dilaksanakan rotasi selama enam bulan," katanya. Djoko menambahkan, kendala utama dalam melaksanakan rotasi adalah besarnya biaya untuk melakukan pergeseran pasukan di daerah perbatasan karena kurangnya sarana prasarana yang ada. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007