Bogor (ANTARA News) - Guru besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Dr Wasrin Syafii, tengah mengembangkan beragam jenis obat dari ekstrak beberapa jenis pohon untuk dijadikan obat, salah satunya obat anti malaria.

"Kayu bidara laut memiliki kandungan zat antimalaria yang biasa digunakan masyarakat di Nusa Tenggara Barat," kata Syafii, di Bogor, Senin.

Dia telah meneliti kandungan zat antimalaria dari kayu bidara laut (Strychnos ligustrina). Masyarakat NTB telah menggunakannya sebagai obat tradisional.

Menurut dia untuk bisa menjadi obat yang dapat dikonsumsi secara massal perlu penelitian lanjutan. Penelitian tercepat selama dua tahun dengan cara mengekstrak kayu bidara laut.

"Penelitian ini sangat penting karena persediaan obat malaria masih sangat sedikit, terlebih lagi penyakit ini merupakan masalah besar di Indonesia yang perlu segera ditangani," katanya.

Ia menjelaskan, hasil ekstraksi kayu bidara laut mengandung etanol dengan kadar cukup tinggi. Senyawa yang terkandung dalam etanol tersebut di antaranya strikinin dan brusin yang disinyalir merupakan senyawa antimalaria.

Menurutnya, penelitian yang tengah dilakukannya untuk mengenai hasil hutan tidak hanya untuk industri kayu, tetapi suber obat, dan energi terbarukan.

Menurut penelitian kayu bidara laut untuk obat malaria, masih bersifat eksploratif dan masih dalam skala laboratorium secara in vitro. "Penelitian tahap berikutnya adalah masih dalam skala laboratorium tetapi secara in vivo. Setelah itu baru dilanjutkan untuk scaling up," katanya.

Dia berkeinginan, penelitian yang telah dilakukannya dapat diaplikasikan dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Namun, untuk produksi massal tentu saja diperlukan kerjasama dengan lembaga lain yang mempunyai kompetensi dalam cara-cara pembuatan seperti bio-farmaka, fakultas farmasi, atau dengan pabrik obat.

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017