Gresik (ANTARA News) - Masyarakat Kabupaten Gresik, Jawa Timur mendeklarasikan diri melawan penyebaran kabar palsu (hoax), pada puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2017 yang diselenggarakan di Gedung Graha Sarana Petrokimia Gresik, Rabu.

"Deklarasi ini sangat penting untuk mengingatkan masyarakat agar lebih selektif dalam mengkonsumsi infomasi," kata Bupati Gresik Sambari Halim Radianto yang didamping sejumlah tokoh nasional, seperti Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Drs Rikwanto, Staf ahli Menteri Kominfo sekaligus guru besar Unair Henry Subiakto, serta Direktur Pengawasan dan Keimigrasian Hukum dan HAM Zaeroji.

Sambari mengatakan, maraknya penyebaran informasi berbau fitnah, hasutan di media sosial bisa membuat resah berbagai kalangan masyarakat, sehingga perlu dilakukan deklarasi masyarakat melawan "hoax".

Dalam kegiatan yang diprakarsasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Gresik itu, Sambari menyebut secara nasional kabar hoax terjadi karena permasalahan disinformasi yang menyebabkan perpecahan di lingkungan keluarga.

"Oleh karena itu, kami mengimbau semua masyarakat untuk tidak mudah menerima informasi yang memicu keresahan. Kita harus jadi pembaca yang cerdas, harus dilihat dan dicek kebenarannya. Kalau menimbulkan keresahan dan tidak terbukti kebenarannya, bisa dikatakan itu hoax," ucap Sambari, menegaskan.

Sambari meminta, apabila masyarakat menemukan informasi yang dapat memicu terjadinya konflik, harap segera melaporkannya kepada pihak yang berwajib.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan hingga saat ini Markas Besar Polri telah menerima sebanyak 4.000 laporan dari masyarakat tentang berita hoax.

"Dari 4.000, baru 400 yang diproses hukum, biasanya dikenakan pasal 27 pasal 28 Undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)," ujarnya.

Dia menjelaskan beberapa orang memang sengaja membuat dan menyebarkan kabar hoax, karena hal itu sudah menjadi bisnis bagi mereka, sebab dari membuat kabar hoax mereka mendapat untung besar.

Selain itu, kata Rikwanto, hal itu didukung dengan psikologi dasar masyarakat yang suka menyebarkan isu yang menurutnya dianggap luar biasa dan bersifat meledak-ledak.

"Oleh karena itu, kami meminta masyarakat untuk selektif dan bijak dalam menyebarkan kabar, sehingga tidak meresahkan masyarakat lainnya," tuturnya.

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo yang hadir dalam kegiatan itu mengatakan kabar hoax muncul pada saat adanya pertarungan politik, yakni sekitar tahun 2014. Dan masyarakat saat itu juga mengenal dua kubu media besar nasional yang bermain.

"Saya tidak sebut apa medianya, sebab masyarakat sudah banyak mengetahuinya, yakni media biru dan merah. Dan keduanya menjadi alat politik saat itu," katanya.

Dalam kesempatan itu, usai deklarasi para tokoh bersama menandatangani piagam masyarakat melawan hoax, dan menyosialisasikan bahaya penyebaran hoax yang bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara.

(T.A067/C004)

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017