Kota Semarang dikenal dengan gedung-gedung tua peninggalan Belanda di Kota Lama yang kerap menjadi destinasi wisata para pemudik saat berkunjung ke kota tersebut atau sekedar melintas.

Tetapi pada libur Lebaran tahun ini, boleh lah Anda membelokkan kendaraan ke Kampung Gunung Brintik, di daerah Wonosari, Semarang.

Hamparan warna warni ceria akan langsung menjerat mata Anda dan menghilangkan rasa jenuh karena macet dalam perjalanan.

Kampung yang tadinya merupakan kampung kumuh di pinggir Kali Semarang yang tidak tertata menjelma menjadi "Kampung Pelangi" yang menjadi wisata kekinian.

Anda tidak akan tahan untuk tidak mengabadikan gambar di kampung tersebut sampai-sampai foto-foto di Kampung Pelangi menjadi tren di sosial media terutama Instagram, dan tercetus lah wisata swafoto di "Kampung Pelangi".




Kampung pelangi sejatinya merupakan kampung deret yang berada di perbukitan, sehingga terlihat menumpuk di pinggir lereng. Yang membuat istimewa adalah seperti namanya, "Pelangi". Kampung ini memiliki keindahan yang berwarna-warni dari tiap goresan di tembok dan atap rumah.

Bahkan di setiap setapak anak tangga diberikan warna yang berbeda-beda. Dani salah satu warga lokal mengatakan, Kampung Pelangi terdiri lebih dari puluhan RW.

"Banyak mas rumahnya, ada sekitar 400-an, dan yang selesai diwarnai masih sebagian," kata Dani.

Baru memasuki jembatan pintu masuk kampung, terlihat beberapa pengunjung sudah bergaya di depan gawai mereka masing-masing untuk ber-swafoto. Memang didepan pintu masuk desa saja sudah menarik. Masyarakat lokal menyebutnya dengan "umbul-umbu" atau hiasan bendera atau benda lain yang digantung di tiang-tiang bambu dengan warna yang menarik perhatian.

Dani menjelaskan bahwa Kampung Pelangi ini merupakan tujuan wisata baru. Sekitar satu bulan jelang Ramadan baru dikonsep warna-warni.

"Ini baru mas, belum ada sebulan berjalan efektif-nya. Namun memang kondisi lebaran ini baru pertama kali banyak dikunjungi, jadi belum diketahui bakal ramai orang atau tidak," katanya kepada Antara.




Di antara turis yang mengunjungi Kampung Pelangi, banyak juga warga lokal Semarang yang penasaran dengan destinasi wisata baru tersebut.

"Saya memang warga Semarang, tapi baru mengetahui adanya Kampung Pelangi ini, saya rasa ini baru. Tapi cukup kreatif dan menarik untuk dikunjungi, apalagi pada saat lebaran seperti ini, murah dan unik," kata Ayu.

Untuk masuk ke lokasi ini cukup murah, tidak ada biaya masuk, namun bagi yang membawa motor akan ditarik biaya parkir sebesar Rp 3.000. Dan itu akan digunakan sebagai operasional serta pengembangan Kampung Pelangi ke depan.

Tulisan serta lukisan di tembok banyak yang menyelipkan dengan kritik sosial, seperti pemanasan global, kebersihan lingkungan dan penebangan pohon sembarangan.

Setiap sudut jalan dan rumah, layak untuk diabadikan serta dinikmati, karena lokasinya yang berbentuk lereng, maka panorama akan terlihat warna-warni dengan latar belakang warna-warni pula.

Di depan Kampung Pelangi, disediakan banyak tempat bersantai seperti cafe dan warung yang juga dipenuhi para penjual bunga asli, sehingga bisa untuk simbol oleh-oleh dari Kampung Pelangi.

Di dalam lokasi kampung , juga ada warung, angkringan yang juga turut dicat warna-warni dengan pernak-pernik khas pedesaan.


Kampung program Pemerintah




Kampung Pelangi adalah program Pemerintah Kota Semarang dengan mengecat rumah-rumah di perkampungan Gunung Brintik dengan warna-warni untuk menarik kunjungan wisatawan.

Kelompok sadar wisata (pokdarwis) di Kampung Pelangi sudah terbentuk yang nantinya akan menyusun konsep ke depan untuk mengembangkan destinasi wisata itu.

Masyarakat kedepannya dinilai harus lebih inovasi dan kreatif untuk mengembangkan Kampung Pelangi sebagai destinasi favorit wisatawan yang berkunjung ke Semarang, termasuk fasilitas penunjangnya.

Pada kesempatan berbeda, Sekretaris Dinas Penataan Ruang Kota Semarang M Irwansyah mengatakan pembangunan ini memang diinisiasi oleh pemerintah kota Semarang.

"Nantinya, ada panggung selfie itu bisa dimanfaatkan pengunjung. Bantuan untuk fasilitas penunjang, termasuk panggung selfie di Kampung Pelangi sudah ada dari Pelindo Rp200 juta," katanya.




Berbagai inovasi lain juga ditunggu, kata dia, sebab Kampung Pelangi ternyata mendapatkan antusias luar biasa dari masyarakat untuk berkunjung, termasuk dari luar Semarang.

"Ya, ini lah tugas pokdarwis. Misalnya, disiapkan rute di Kampung Pelangi, mulai rute panjang dan pendek sehingga bisa memudahkan wisatawan untuk menikmati keindahannya," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Semarang Agus Riyanto menjelaskan gagasan Kampung Pelangi sebenarya diawali dari program penataan Sungai Semarang yang melintasi wilayah itu.

"Di situ kan hulu Sungai Semarang. Kami ketika itu coba tata sungainya, kemudian berkembang kalau sungainya bagus masa rumah-rumah di atasnya jelek? Akhirnya, dicat warna-warni," katanya.

Meski belum selesai 100 persen, kata dia, ternyata sambutan masyarakat terhadap keindahan warna-warni Kampung Pelangi luar biasa dengan banyaknya yang datang berkunjung.

"Niatnya biasa saja, tetapi ternyata hasilnya luar biasa. Kami bersyukur. Kawan-kawan dari dinas lain juga sudah masuk, seperti Dinas Pariwisata, kemudian Dinas Koperasi dan UMKM,"

Dinas Penataan Ruang Kota Semarang menyebutkan setidaknya masih ada 100 rumah di Kampung Pelangi Semarang yang belum terselesaikan proses pengecatannya.

Menurut dia, kekurangan rumah yang belum terselesaikan pengecatannya itu disebabkan berbagai hal, antara lain membengkaknya jumlah warga yang ingin rumahnya dicat warna-warni."Kan ada rumah-rumah yang tersembunyi di belakang, dalam arti tidak terlihat dari muka jalan, protes. Kenapa rumah saya tidak dicat?. Ya, akhirnya rumahnya dicat," katanya.

Dari target sekitar 390 rumah yang dicat berwarna-warni seiring program Kampung Pelangi, lanjut dia, realisasinya ternyata 540 rumah sehingga kebutuhan cat pasti bertambah.

Di sisi lain, pewarnaan Kampung Pelangi merupakan program pembangunan partisipatif sehingga tidak menggunakan anggaran pemerintah, melainkan partisipasi banyak pihak, termasuk swasta.

VIDEO:

Oleh Afut Syafril
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017