Jakarta (ANTARA News) - KPK mendorong keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatur mengenai barang sitaan dan rampasan agar dapat dilelang sebelum adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Setelah ada Perma No 13 tahun 2016 tentang Pidana Korporasi, tapi agar praktik-praktik asset recovery (pemulihan aset) terkait korporasi efektif maka MA sedang menyusun Perma tindak lanjut atas barang sitaan dan barang rampasan atas korporasi, mudah-mudahan Perma ini ada hasilnya," kata kata Pelaksana Tugas Koordinator Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) KPK Irene Putri dalam diskusi di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Penyusunan Perma itu dilakukan agar barang sitaan tidak menurun harganya sementara biaya perawatannya relatif tinggi.

Selama ini, meski aset tersangka korupsi dapat langsung disita tanpa izin pengadilan seperti pasal 47 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yaitu "Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.", namun bila barang itu belum mendapatkan putusan hukum tetap dari pengadilan, barang juga tetap bisa dilelang dengan sedapat mungkin dengan persetujuan terdakwa.

"Karena belum ada aturan lebih lanjut mengenai barang sitaan yang dilelang. Kalau kita sudah terlanjur melakukan lelang dalam tahap sitaan tanpa persetujuan tapi ketika putusan hakim malah disebut agar dikembalikan ke terdakwa maka harus dicarikan barang yang sama dengan yang dilelang, jadi persetujuan tersangka itu penting," ungkap Irene.

Irene pun meyakinkan bahwa KPK melakukan mekanisme kontrol terhadap barang-barang sitaan tersebut.

"Yang mengontrol barang sitaan penyidik adalah jaksa peneliti. Dalam pasal 145 KUHAP disebutkan penyidik membuat berita acara penyitaan dilengkapi dengan ada surat tanda terima barang bukti barang sitaan yang diberikan juga kepada kepada orang dari siapa barang disita," jelas Irene.

Namun bila barang sitaan itu belum lunas dibayar orang orang tersebut maka KPK akan mengkaji apakah nilai pelunasan mobil tersebut sebanding dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan KPK sampai barang itu dapat dirampas oleh negara berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap.

"Pengelola barang bukti akan menghitung kalau tetap disita barang itu tetap akan bernilai atau sebaliknya merekomendasikan pengembalian atas barang dan kita ambil uang yang sudah dicicil di tempat leasing," tambah Irene.

Sedangkan kalau barang sitaan berbentuk rekening maka KPK menggandeng para pemanggku kepentingan seperti perbankan, perusahan efek, asuransi dan Badan Pertanahan Nasional dan lembaga lainnya.

"Untuk pengelolaan di rupbasan (rumah penyimpanan barang rampasan) maka pengelolaan dilakukan dengan biaya di KPK untuk aki, cover mobilnya, tapi memang keterbatasannya karena tidak punya ruang tertutup untuk menyimpan aset itu dan berkala dilakukan pendataan nilai barang sitaan," tegas Irene.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017