Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Sosial (Depsos) M Cholish Hasan mengakui adanya kesalahan prosedur dalam penyaluran dana pemberdayaan sosial kepada kaum fakir miskin. Usai dimintai keterangan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan Veteran, Jakarta, Senin, Cholish mengatakan, saat ia menjabat Inspektorat Jenderal pada 2004, ia sudah melihat kesalahan prosedur tersebut. "Harusnya menggunakan metode lelang, tetapi yang dipakai penunjukkan langsung," ujarnya. Cholish diminta keterangan oleh KPK tentang prosedur pengadaan mesin jahit dalam program pemberdayaan masyarakat yang dianggarkan dalam APBN tahun 2004 hingga 2006. Cholish menjelaskan, metode penunjukkan langsung menjadi pilihan karena Depsos memiliki pengalaman buruk pada 2005. "Pada 2004 kami menunjuk langsung. Pada 2005, kami mencoba mengadakan tender tetapi tidak terlaksana akibat terlalu banyak peserta. Program itu akhirnya tidak terlaksana karena anggarannya keburu hangus," tuturnya. Pada 2006, lanjut dia, Depsos kembali mencoba melakukan tender dengan peserta terbatas. Pemenang tender untuk 2006 itu perusahaan yang sama dengan yang memenangi lelang pada 2004. Cholish mengakui program pemberian mesin jahit untuk pemberdayaan sosial itu tidak seluruhnya berhasil tepat sampai sasaran untuk beberapa daerah. Sebelumnya, KPK telah meminta keterangan Dirjen Pemberdayaan Sosial Depsos Gunawan Sumodiningrat, Kasubdit Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin, Sonny W Manalu, dan staf ahli Menteri Sosial, Akib Masri. Audit BPK sampai semester II Tahun Anggaran 2005 menghasilkan 70 temuan pemeriksaan di Departemen Sosial senilai Rp287,89 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 63 temuan senilai Rp189,28 miliar telah ditindaklanjuti. Temuan BPK itu di antaranya adalah inefisiensi anggaran pada pengadaan mesin jahit dan sapi potong. Depsos pada 2004 melakukan kerjasama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) untuk pengadaan 6.000 unit mesin jahit senilai Rp19,49 miliar. BPK menemukan sasaran penerima bantuan banyak yang tidak tepat, di antaranya pemilik usaha konveksi di Jawa Timur dan Sumatera Utara. Bantuan mesin jahit berspesifikasi kecepatan tinggi dengan konsumsi arus listrik tinggi itu sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin yang kapasitas listrik di rumahnya tidak mencukupi untuk operasi mesin jahit tersebut. Karena tidak tepat sasaran dan tidak tercapainya tujuan program, BPK menemukan anggaran senilai Rp10,63 miliar dalam program pengadaan mesin jahit tersebut tidak efektif. Pada 2006, BPK kembali menemukan inefisiensi dalam penggunaan dana APBN di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Depsos. Temuan BPK itu di antaranya berupa kelebihan perhitungan biaya kontrak pengadaan sarana air bersih di Provinsi NTT dan NTB senilai Rp307,91 juta. BPK juga menemukan inefisiensi senilai Rp1,15 miliar pada program pemberdayaan sosial melalui DIPA Dekonsentrasi tahun anggaran 2005 dan 2006 pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007