Proses promosi mutasi untuk yang bersangkutan akan menunggu hasil pemeriksaan Badan Pengawasan MA dan Komisi Yudisial (KY) ada pelanggaran etik atau tidak, baru nanti ditindaklanjuti karena memang belum ada serah terima jabatan."
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menunda proses mutasi dan promosi Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, pasca operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada Selasa (28/8).

"Untuk sementara ditunda dulu, nanti dalam beberapa hari ke depan akan ditindaklanjuti," kata juru bicara MA Suhadi di Gedung MA Jakarta, Kamis.

Sebelumnya Tim Promosi Mutasi MA akan memutasi Marsudin menjadi hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Sementara Wahyu mendapatkan promosi menjadi Ketua Pengadilan Negeri Serang, Banten.

"Proses promosi mutasi untuk yang bersangkutan akan menunggu hasil pemeriksaan Badan Pengawasan MA dan Komisi Yudisial (KY) ada pelanggaran etik atau tidak, baru nanti ditindaklanjuti karena memang belum ada serah terima jabatan," kata Suhadi.

Tim pengawas MA dikatakan Suhadi sudah melakukan penyelidikan terkait OTT yang sempat menyeret nama Marsudin dan Wahyu.

"Semua butuh proses, ini tentu memakan waktu karena harus menunggu yang bersangkutan kembali dari Jakarta," kata Suhadi.

Baik Marsudin dan Wahyu ikut terjaring dalam OTT KPK di PN Medan pada Selasa (28/8), namun kemudian dilepaskan oleh KPK karena tidak cukup bukti untuk menjadikan keduanya sebagai tersangka.

Sementara itu hakim adhoc Tindak Pidana Korupsi di PN Medan, Merry Purba, hakim PN Medan Sontan Merauke, dan dua panitera pengganti yaitu Oloan Sirait dan Elpandi dinyatakan KPK sebagai tersangka untuk kasus suap di PN Medan.

"Selama yang bersangkutan (Marsudin dan Wahyu) menjalani pemeriksaan, ada pelaksana tugas yang akan menggantikan, karena jabatan pimpinan PN tidak boleh kosong," kata Suhadi.

Bila hasil pemeriksaan Bawas MA dan KY menyatakan Marsudin dan Wahyu tidak bersalah, maka nama keduanya akan direhabilitasi dan jabatannya akan dikembalikan, kata Suhadi.

Baca juga: Komnas HAM: Kasus Meiliana bukan penistaan agama

Baca juga: Bamusi sayangkan vonis PN Medan terhadap Meiliana

Baca juga: DPR sayangkan putusan pengadilan terkait Meiliana

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018