Sekarang orang-orang kota sudah menanamkan lantainya di tanah ini tidak bagus karena tanah begitu keluar energi gempa langsung ke lantai kita
Jakarta (ANTARA News) - Pakar geologi Teuku Abdullah Sanny menuturkan konsep rumah panggung pada bangunan akan membantu melepaskan energi gempa sehingga tidak langsung menghantam lantai bangunan.

"Dengan demikian, rumah kita ke depan lebih bagusnya rumah panggung karena dia tidak langsung menerima energi gempa tapi dilepaskan dulu di permukaan bumi di kolong rumah kita," kata Teuku kepada Antara, Jakarta, Jumat. 

Hal itu disampaikan dia di sela-sela Diskusi Mitigasi Bencana: Memahami Bencana, Tsunami dan Likuifaksi Besar di Indonesia serta Kiat Hidup dalam Negara Cincin Api yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia. 

Menurut dia, rumah yang dibangun langsung menempel ke tanah tanpa panggung akan menerima energi langsung yang besar dari gempa sehingga lebih berisiko dibandingkan rumah panggung. 

"Sekarang orang-orang kota sudah menanamkan lantainya di tanah ini tidak bagus karena tanah begitu keluar energi gempa langsung ke lantai kita. Kalau dia punya panggung, energi dilepaskan ke udara di bawah pangung itu," tutur Teuku. 

Dia mengatakan tradisi rumah panggung sudah dimiliki masyarakat Indonesia sejak dulu dan merupakan salah satu bentuk bagaimana masyarakat bisa bertahan menghadapi bencana. 

Rumah yang terbuat dari kayu, rotan atau bambu lebih luwes mengikuti getaran sehingga meminimalkan kerusakan dan korban jiwa. Justru ketika digoncang gempa, bangunan yang dibangun dengan tembok tanpa memperhatikan kekokohan dan kekuatan menahan goncangan gempa akan menyebabkan lebih banyak korban jiwa akibat reruntuhannya. 

"Bagaimanapun kita sudah punya tradisi-tradisi yang bagus, rumah panggung yang dibuat dari kayu, bambu, rotan itu lebih bagus, karena apa? begitu kena vibrasi dia ikut bersamaan dengan frekuensi naturalnya bumi, dengan demikian dia lebih luwes dibandingkan dengan tembok," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah arahkan desain rumah tahan gempa tidak kaku
Baca juga: Mencermati kearifan lokal dalam membangun hunian pascagempa

 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019