Bintan, Kepri (ANTARA News) - Aktivitas pertambangan bauksit di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau hingga sekarang masih berlangsung secara masif.

Berbagai kawasan dieksploitasi oleh para penggarap batu merah yang mengandung kadar aluminium tinggi tersebut. Mulai dari pulau-pulau yang berstatus sebagai kawasan hutan hinggga lahan yang tidak terlalu luas.

Gisi, salah satu kawasan yang belum dikenal banyak warga Bintan kini menjadi sorotan. Di Gisi aktivitas pertambangan bauksit sudah berlangsung lama bahkan hingga sekarang masih tampak jejaknya.

Sejumlah tokoh masyarakat Kepri melihat aktivitas pertambangan bauksit di Gisi membabi-buta. Padahal di lokasi itu ada makam Panglima Bintan (Bentan), sebuah makam bersejarah.

Kuburan yang sebelum ada aktivitas pertambangan bauksit mudah dilihat, kini sudah menjadi onggokan tanah, yang dikelilingi lahan rusak.

Di kaki Gunung Bintan itu tampak jelas bahwa aktivitas pertambangan baru beberapa hari berhenti. Di lokasi pertambangan tampak segel dan papan peringatan yang dipasang penyidik yang tergabung dalam Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Di lokasi itu juga tampak batu bauksit hasil galian yang tidak sempat diangkut pihak perusahaan. Operasi tertutup yang dilakukan tim ternyata bocor sehingga tidak dapat menyegel alat berat di lokasi pertambangan.

Berdasarkan hasil penelusuran Antara, alat berat tersebut sudah dipindah ke lokasi yang tidak jauh dari lokasi pertambangan. Bahkan para pelaku pertambangan bauksit itu berhasil mengangkut banyak bauksit ke lokasi yang tidak jauh dari Jembatan 2.

Di lokasi tempat penimbunan bauksit itu terdapat puluhan truk berukuran besar lalu-lalang menuju pelabuhan kapal tongkang yang berada di bawah jembatan. Aktivitas pemindahan bauksit dari truk ke kapal tongkang itu itudah berlangsung sejak beberapa waktu lalu.

Tak Patut
 
Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau (LAM Kepri) menyatakan aktivitas penambangan bauksit tidak patut dilakukan di lokasi pemakaman bersejarah seperti di Gisi, Kabupaten Bintan.

Ketua LAM Kepri Abdul Razak, yang dihubungi dari Bintan mengatakan merusak makam bersejarah merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Makam bersejarah yang dirusak di Gisi yakni makam Panglima Bintan (Bentan).

"Harus ditelusuri siapa yang bertanggung jawab terhadap permasalahan ini. Apakah ada izin atau tidak pertambangan tersebut? Kalau ada izin, pemberi izin juga bertanggung jawab," tegasnya.

Abdul Razak mengatakan izin dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Karena itu, permasalahan ini akan dibahas dengan Pemprov Kepri dan Pemkab Bintan.

"Kami beberapa tahun lalu sudah punya catatan buruk terhadap pertambangan bauksit yang dilakukan di sekitar kompleks makam bersejarah di Tanjungpinang. Seharusnya peristiwa yang sama tidak terulang lagi," tegasnya.

Nyaris hancur

Pemangku adat Bintan, Datok Huzrin Hood menyatakan aktivitas pertambangan bauksit di Bintan sangat tinggi. Bahkan aktivitas masih berlangsung hingga sekarang meski tim dari pusat melakukan penyegelan.

Sejumlah lokasi pertambangan dalam beberapa pekan terakhir pun disorot. Hal itu disebabkan sejumlah lokasi pemakaman ksatria dan Raja Bintan (Bentan) di Kabupaten Bintan, rusak parah akibat aktivitas penambangan bauksit.

Padahal lokasi pemakaman bersejarah itu seharusnya dijaga bersama, bukan malah dirusak.

"Lokasi pemakaman nyaris hancur baru diketahui publik sejak beberapa pekan lalu," katanya.

Lokasi pemakaman para ksatria dan Raja Bintan itu antara lain berada di Gisi dan Tanah Merah, Desa Penaga. Di lokasi itu antara lain terdapat makam sultan, putri dan sembilan Panglima Bintan.

Huzrin menegaskan orang yang merusak makam para kesatria dan Raja Bintan adalah orang yang tidak menghargai sejarah. Padahal para ksatria dan Raja Bintan sangat berjasa terhadap negeri ini sehingga cukuplah generasi yang ada sekarang mengenang dan menghargainya.

Huzrin mengatakan para keturunan ksatria dan Raja Bintan marah terhadap permasalahan itu. Kemarahan itu potensial menimbulkan konflik yang membesar jika para pengambil kebijakan tidak segera menghentikan aktivitas pertambangan bauksit.

Mereka pun telah melaporkan permasalahan itu kepada pihak yang berwenang.?"Hentikan tambang bauksit di lokasi bersejarah," katanya.

Huzrin segera membentuk tim bernama Hulubalang Pencari Fakta. Permasalahan itu akan dilaporkan kepada pihak yang berwenang. "Pasti kami laporkan kepada pihak yang berwajib," tegasnya.

Aksi pertambangan bauksit hingga sekarang masih berjalan di lokasi tersebut. Hingga malam hari aktivitas pengangkutan bauksit dari lokasi ke pelabuhan yang dibangun perusahaan bauksit masih berlangsung.

 "Apakah pelabuhan itu ada izinnya? Kalau ada, secepat itu kah diberi izin oleh pihak yang berwenang?. Kami menduga ada praktik KKN dalam kegiatan tersebut yang disebut para pelaku dengan nama dana koordinasi," kata Ketua Kelompok Diskusi Anti 86, Ta`in Komari.

Ta`in mengatakan praktik pertambangan bauksit setelah ditutup tahun 2014, dan kembali beraktivitas sekitar awal 2018, semakin membabi-buta.

Para pelaku pertambangan bauksit ini tidak bergerak sendiri, melainkan bekerja sama dengan oknum di pemerintahan daerah maupun di pusat.

Sinergisitas itu yang melahirkan batu bauksit yang keluar dari kawasan hutan di pulau-pulau dan kawasan terlarang seolah-olah menjadi legal, dan dijual ke perusahaan penampung yang mendapat kuota ekspor ke China seberat 1,6 juta matrix ton.

"Permasalahan ini melibatkan banyak pihak. Kami sudah laporkan ke berbagai lembaga di pusat untuk segera ditindak para pelakunya," tegasnya.

Baca juga: Menelusuri pelaku pertambangan bauksit ilegal di Bintan

Baca juga: Pulau-pulau di Bintan terancam akibat tambang ilegal

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019