Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mengatakan pernikahan dalam usia anak cenderung memunculkan keluarga-keluarga yang rapuh.

"Upaya meningkatkan kualitas perkawinan salah satunya dapat diwujudkan melalui pendewasaan usia perkawinan dari yang saat ini 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki," kata Rita di sela seminar Hari Perempuan Internasional di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan perkawinan pada usia anak akan terus menghadirkan malapetaka, kesedihan dan kegelapan masa depan anak.

Menurut dia, anak yang menikah pada usia tumbuh kembang biasanya belum matang secara fisik dan mental sehingga ketika berkeluarga menghasilkan keluarga yang rapuh.

Selain itu, kata dia, anak cenderung terhenti pendidikannya karena menikah dini. Padahal, pendidikan menjadi modal penting dalam mengarungi kehidupan yang sarat berbagai tantangan di depan mata.

Dengan tidak mengenyam pendidikan cukup, lanjut dia, maka akan memunculkan keluarga-keluarga yang tidak mampu secara ekonomi. Pendidikan sendiri mampu mengangkat taraf ekonomi dan memunculkan sumber daya manusia berkualitas.

"Kita sedang bicara masa depan sumber daya manusia. Perlu ketahanan keluarga. Pedidikan yang terbatas bagi anak akan memunculkan generasi yang tidak kompetitif, maka kemiskinan terus berputar dalam keluarga seperti lingkaran setan," kata dia.

Indonesia sendiri menjadi negara dengan angka perkawinan usia anak tertinggi di Asia Timur dan Pasifik. Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016-2017 merilis rata-rata 25 persen usia 20-24 tahun menikah sebelum umur 18 tahun.

Bahkan, di beberapa provinsi prevalensi angka perkawinan usia anak mencapai lebih dari 30 persen. (*)

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019