Medan (ANTARA) - Tokoh nelayan tradisional di Provinsi Sumatera Utara, Nazli  secara khusus meminta kepada Pemerintah melalui Badan Keamanan Laut agar menghentikan kapal pukat harimau "trawl" yang masih terus beroperasi menangkap ikan di perairan Sibolga-Tapanuli Tengah.

"Kapal penangkap ikan ilegal ituharus ditertibkan dan jangan lagi dibiarkan menangkap ikan," kata  Nazli di Medan, Rabu.

Para pengusaha yang masih mengoperasikan alat tangkap pukat harimau itu, menurut dia, dengan penuh kesadaran segera meninggalkannya dan jangan sampai tertangkap Badan Keamanan di Laut (Bakamla).

"TNI AL, Polisi Perairan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta instansi terkait lainnya segera membersihkan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di daerah tersebut," ujar Nazli.

Ia menyebutkan, pelarangan alat tangkap pukat harimau yang tidak ramah lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 02 Tahun 2015, dan Permen -KP Nomor 71 Tahun 2017 karena merusak lingkungan.

Alat tangkap itu juga meresahkan nelayan tradisional dan nelayan pemancing yang menyebabkan  pengahasilan mereka semakin berkurang, selain juga  pukat harimau tersebut, juga mengambil ikan di wilayah tangkapan nelayan tradisional.

"Kemudian, alat tangkap tersebut juga sering merusak rumpon milik nelayan kecil yang dipasang di tengah laut," ucap dia.

Nazli mengatakan, Peraturan Menteri yang melarang penggunaan alat tangkat itu, harus ditegakkan oleh institusi penegak hukum di daerah itu.
Alat tangkap yang "diharamkan" pemerintah itu, harus dihentikan dan tidak diperbolehkan lagi menangkap ikan di perairan Sibolga-Tapanuli Tengah.

"Kita tidak ingin terjadi konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan pukat harimau, hal itu harus dihindari," katanya.

Sebelumanya, Kelompok masyarakat Aliansi Tapanuli Raya melaporkan maraknya pukat trawl yang kembali beroperasi di perairan Sibolga dan Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, secara langsung kepada Presiden Joko Widodo.

"Dalam pertemuan itu kami menyampaikan kepada bapak Presiden terkait keluhan masyarakat nelayan di Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah," kata Ottoniyer Simanjntak, Pembina Aliansi Tapanuli Raya (ALTRA) Wilayah Tapanuli Utara, saat pertemuan dengan Presiden Joko widodo, di Sibolga, Minggu (17/3).

Ketika Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) melarang pukat trawl beroperasi, menurut dia, pendapatan nelayan radisional meningkat.

"Namun beberapa tahun terakhir ini, penghasilan nelayan kecil kembali turun karena beroperasinya pukat trawl,” ujar Simanjuntak.

Ia mengatakan, diduga ada oknum aparat yang terlibat membeking kegiatan pukat harimau, karena hingga saat ini pukat "trawl" tetap beroperasi.
Bahkan, pukat harimau tersebut telah dilarang pemerintah, dan nelayan tradisional juga melakukan protes.

"Permasalahan pukat harimau tersebut, sudah dilaporkan kepada Presiden Jokowi," kata Ketua Altra Kota Sibolga Thomson Pasaribu, Selasa (19/3).

Kelompok nelayan KNTM Sibolga memprotes keras maraknya pukat trawl beroperasi kembali di laut Sibolga-Tapteng. KTM menuding bahwa antara aparat keamaman telah bermain dengan pelaku sehingga aksi berjalan mulus dan aparat tutup mata.

“Kami sangat kecewa terhadap aparat hukum dan instansi terkait yang tebang pilih dalam melakukan tindakan, sehingga pukat trawl masih bebas beroperasi walaupun sudah dilarang pemerintah," kata Ketua Kelompok Nelayan Tolong Menolong (KNTM) Kota Sibolga, Ikhmaluddin .

Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019