Surabaya (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan status tersangka terhadap tiga orang yang masing-masing berperan sebagai pimpinan pada tiga perusahaan berbeda dalam kasus dugaan penyelundupan kayu merbau asal Papua.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani kepada wartawan di Surabaya, Rabu, mengungkap identitas ketiga tersangka berinisial DG, DT dan TS, semuanya asal Jayapura, Papua.

Ketiga tersangka terindikasi masing-masing mengirim puluhan kontainer berisi kayu merbau ilegal asal Papua menggunakan angkutan kapal laut ke Jawa Timur melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

"DG menjabat direktur di PT MGM. Dia mengirim 61 kontainer kayu merbau ilegal dari Papua ke Jawa Timur melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya," katanya.

Sedangkan DR adalah Direktur PT EAJ, yang mengirim 31 kontaner kayu merbau ilegal dari Papua ke Jawa Timur melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, serta TS, Direktur PT RPF, yang mengirim 38 kontainer merbau ilegal asal Papua ke Jawa Tmur melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

"Total kayu merbau ilegal dari ketiga tersangka berjumlah 140 kontainer kami amankan sebagai barang bukti," katanya.

Rasio menjelaskan penetapan ketiganya sebagai tersangka merupakan hasil dari pengembangan dua penangkapan serta penyitaan 57 kontainer dan 199 kontainer kayu merbau asal Jayapura di awal tahun 2019.

Ketiga tersangka dijerat Pasal 12, 14 dan 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pengamanan Hutan, dengan ancaman hukuman pidana penjara 10 tahun dan denda Rp100 miliar.

Dia menandaskan penetapan tersangka terhadap ketiga bos kayu ini merupakan bukti bahwa KLHK serius memberantas pembalakan liar.

"Kami masih terus menyelidiki perkara lainnya. Terhitung sejak akhir tahun 2018 lalu, kami telah menerbitkan 24 surat perintah penyidikan dari total barang bukti sebanyak 422 kontainer berisi kayu jenis merbau ilegal asal Maluku dan Papua yang diselundupkan ke wilayah Jawa Timur," ucapnya.

Pewarta: A Malik Ibrahim/Hanif Nashrullah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019