Banjarmasin (ANTARA) - Tragedi meninggalnya sejumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), termasuk anggota Polri selama pelaksanaan Pemilu 2019, menjadi cambuk bagi penyelenggara pemilu untuk tidak lagi terulang peristiwa serupa.

Pengamat sosial dari Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin Dr Irfan Noor MHum melihat, tekanan besar dialami petugas KPPS hingga banyak tumbang berguguran.

"Saya berharap, ke depan jangan lagi tenaga KPPS terforsir secara mental dan fisik seperti yang terjadi pada 17 April lalu," katanya, Selasa.

Irfan mengungkapkan, banyaknya surat suara yang harus dihitung ditambah tekanan besar dari para pihak baik calon anggota Legislatif maupun para saksi tim sukses calon presiden yang masing-masing punya kepentingan, jadi akumulasi beban yang harus dipikul petugas KPPS.

Ironisnya, beban berat dari kerja KPPS ini luput dari perhatian ekstra pemerintah dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tongkat komando penyelenggara pemilu.

"Anggaran untuk di tingkat KPPS juga sangat minim. Jadi mereka seperti hanya sebagai relawan. Padahal sejatinya petugas negara, sehingga seharusnya ada jaminan negara," papar Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin itu.

Wujud kehadiran negara, menurut Irfan, bisa dalam bentuk jaminan kesehatan dan asuransi, termasuk memastikan bahwa ada batas maksimal tenaga yang bisa dilakukan petugas KPPS.

"Terbukti, tugas KPPS begitu berat dan melebihi batas kemampuan. Contohnya ada proses penghitungan suara hingga larut malam. Padahal mereka juga sebelumnya sudah tidak tidur beberapa hari hanya untuk mempersiapkan TPS dan sebagainya. Jadi ada kesalahan rekap dan input, saya kira wajar dan manusianya, karena pekerjaan mereka yang melelahkan," jelasnya.

Irfan sendiri dalam posisi mendukung tetap dilaksanakannya pemilu serentak. Namun dengan segenap catatan untuk perbaikan.

Pemilu serentak yang menggabungkan sekaligus Pilpres dan Pileg menurut dia, sejatinya ide yang sangat bagus. Karena dari segi keuangan negara dapat dihemat.

Meski begitu, patut diperhatikan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang harus diperbanyak, sehingga beban petugas KPPS berkurang.

Kemudian juga petugas KPPS yang dipekerjakan harus dites kesehatannya terlebih dahulu alias jangan asal comot dari orang yang sekadar ingin jadi relawan pemilu.

"Setiap TPS harus ada petugas medis kesehatan, jadi tidak hanya polisi yang berjaga untuk keamanan," timpalnya.

Untuk di Provinsi Kalimantan Selatan sendiri, Irfan mengaku cukup bersyukur karena termasuk wilayah yang sangat kondusif sepanjang proses pemilu tahun ini.

Dia hanya melihat beban berat dipikul personel TNI dan Polri yang menjaga keamanan mulai mengawal pergeseran logistik pemilu sebelum dan pasca pemungutan suara.

Apalagi ada beberapa wilayah di kabupaten yang medannya sangat berat ditempuh hingga harus berjalan kaki dan keluar masuk hutan hingga jalur perairan.

Tingginya beban kerja aparat inipun terbukti menelan satu korban jiwa anggota Polda Kalsel yang meninggal dunia sebagai pahlawan pemilu.

"Tentu kita sebagai warga Banua Kalimantan Selatan patut berterima kasih kepada Polda Kalsel dan Korem 101/Antasari beserta seluruh jajarannya atas dedikasi dan loyalitas personelnya menyukseskan pemilu hingga daerah terjaga kondusif," pungkas Irfan.

Pewarta: Firman
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019