Ketegangan dan tekanan mental yang dihadapi para penyelenggara pemilu bisa jadi karena rasa tanggung jawab terhadap tugasnya..
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan pelaksanaan Pemilu 2019 perlu dievaluasi, menyusul banyaknya anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal diduga akibat kelelahan.

"Korban yang jatuh menurut saya mencerminkan ketegangan dan tekanan mental para penyelenggara pemilu, di samping mungkin kondisi tubuh yang tidak optimal," kata Firman saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Profesor riset termuda LIPI itu mengatakan ketegangan dan tekanan mental yang dihadapi para penyelenggara pemilu bisa jadi karena rasa tanggung jawab terhadap tugasnya.

Apalagi, sejak sebelum pemungutan suara sudah ada wacana-wacana ketidakpercayaan terhadap proses pemilu sehingga para anggota KPPS menjaga proses pemungutan suara, surat suara dan kotak suara sedemikian rupa tanpa menghiraukan kondisi tubuhnya.

"Sebetulnya bila sistem yang terbentuk sudah berjalan dengan baik, bisa saja penjagaan seluruh proses dilakukan secara estafet dari KPPS ke petugas polisi," tuturnya.

Namun, Firman menduga banyak anggota polisi yang juga kelelahan dalam mengawal proses pemilu.

Menurut Firman, hal itu mudah terjadi karena ketidakpercayaan terhadap proses pemilu akibat pelajaran-pelajaran pahit dari proses pemilu yang terjadi sebelumnya.

"Di negara-negara yang tingkat kepercayaan publiknya tinggi, hal itu tidak akan terjadi," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebutkan hingga Senin (22/4) malam, jumlah petugas KPPS yang meninggal sebanyak 91 orang tersebar di 19 provinsi dan 374 petugas sakit. 

Baca juga: Menkes evaluasi tugas KPPS jangan 24 jam
Baca juga: Pengamat: Jangan lagi tenaga KPPS terforsir secara mental dan fisik

 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2019