Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti Izin Usaha Pertambangan (IUP) terkait musibah banjir bandang yang melanda Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara sejak 2 Juni 2019 lalu.

"Untuk mencegah terjadinya banjir dan longsor dimasa mendatang, pemerintah pusat/pemerintah provinsi harus melakukan hal-hal berikut, diantaranya mengevaluasi IUP yang tidak memiliki kelengkapan perizinan dan mencabut IUP yang tidak 'clean and clear'," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Senin.

Kedua, kata dia, segera memproses secara hukum IUP yang tidak menyetorkan dana jaminan reklamasi dan tidak melakukan reklamasi pasca tambang.
Baca juga: Masa tanggap darurat banjir Konawe Utara diperpanjang dua pekan
"Ketiga, pemerintah pusat/pemprov harus memperketat AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) untuk IUP yang beroperasi di sekitar sungai dan daerah resapan air di hulu sungai dan sumber mata air," kata Syarif.

Selanjutnya keempat, pemerintah pusat/pemprov harus melakukan inspeksi rutin bulanan kepada semua IUP agar mereka taat sesuai tuntutan Undang-Undang Minerba dan prinsip-prinsip "responsible mining practices".

"Kelima, pemerintah pusat/pemprov harus menindak secara tegas semua pelanggaran IUP baik secara administrasi, perdata, dan pidana sesuai dengan ketentuan Perundang-Perundangan Nasional (UU Lingkungan, UU Minerba, UU Kehutanan, dan regulasi yang relevan lainnya)," ucap Syarif.

Kemudian keenam, KPK menghimbau kepada para direksi dan komisaris yang merupakan mantan pejabat tinggi negara dan pemilik IUP untuk patuh dan taat pada regulasi dan tidak menggunakan pengaruh untuk menekan pemerintah pusat/pemprov yang menegakkan hukum.
Baca juga: Pendistribusian logistik korban banjir Konawe Utara melalui laut
"Ketujuh, meminta kepada APH (Aparat Penegak Hukum), khususnya Kepolisian RI dan Penyidik PNS (PPNS) untuk segera menindak dengan konsisten para pelanggar hukum di bidang pertambangan, lingkungan, dan kehutanan," tuturnya.

Terakhir, meminta kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengawal secara konsisten implementasi pertambangan yang bertanggung jawab.

"Dan memastikan kepatuhan setiap IUP dan tidak mentolerir pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang IUP," ujar Syarif.

Untuk diketahui, KPK juga sedang menangani kasus korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dari pemerintah kabupaten Konawe Utara Tahun 2007–2014.

KPK telah menetapkan Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan 2011-2016 Aswad Sulaiman sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Aswad Sulaiman disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Indikasi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikeI yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.

Selain itu, Aswad Sulaiman selaku pejabat Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 diduga telah menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara.
Baca juga: Berikan pertolongan korban banjir Konawe, tim medis Baubau disiapkan
Indikasi penerimaan terjadi dalam rentang waktu 2007 sampai dengan 2009.

Atas perbuatannya tersebut, Aswad Sulaiman disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019