Bengkulu (ANTARA) - Menteri Energi Sumber Daya MIneral Jonan Ignatius mengatakan siap meninjau ulang proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara 2 x 100 Megawatt yang dibangun PT Tenaga Listrik Bengkulu di Teluk Sepang, Kota Bengkulu, bila terbukti terdapat ketidaksesuaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

“Jika Amdal tidak sesuai dan dibatalkan oleh proses pengadilan tentu keberadaan pltu akan ditinjau ulang,” tulis Jonan lewat akun Instagram pribadinya, Minggu.

Pernyataan Jonan ini disampaikannya menjawab postingan instagram resmi organisasi lingkungan Kanopi Bengkulu yang tiga tahun terakhir bersama-sama masyarakat Teluk Sepang menolak proyek PLTU batu bara Bengkulu karena menolak pencemaran lingkungan yang akan ditimbulkan.

Dalam postingan media sosial instagram yang diunggah pada Sabtu (22/6), akun Kanopi Bengkulu memuat kertas fakta atau factsheet tentang PLTU batu bara Teluk Sepang dengan judul “Kenapa #BengkuluMenggugat PLTU Teluk Sepang”.

Dalam postingan itu dijelaskan sejumlah alasan yang mendasari gugatan warga atas izin lingkungan PT Tenaga Listrik Bengkulu pemilik provek PLTU batu bara yang sudah didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Kamis (20/6).

Baca juga: Nelayan Bengkulu minta pemda batalkan PLTU Teluk Sepang

Menurut kajian Kanopi yang merupakan lembaga anggota Walhi Bengkulu ini, Amdal proyek PLTU batu bara Teluk Sepang disusus secara serampangan mulai dari dugaan pemalsuan persetujuan warga hingga pendirian proyek yang berada di atas zona merah rawan bencana gempa dan tsunami.

Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar mengatakan dalam dokumen Andal disebutkan bahwa 92 persen masyarakat menyetujui proyek dan delapan persen ragu-ragu, padahal faktanya masyarakat calon terdampak sudah berulangkali menyuarakan penolakan.

“Bahkan masyarakat mengumpulkan tanda tangan penolakan yang dikirim ke Gubernur Bengkulu kala itu masih dijabat Ridwan Mukti sebelum diciduk KPK karena korupsi,” ucapnya.

Selain dikirim ke gubernur, surat dan tanda tangan penolakan warga itu juga diteruskan ke Presiden Joko Widodo yang dikrimkan pada Juni 2016.

Tidak hanya berkirim surat, warga juga berulangkali menyatakan penolakan dalam forum terbuka, mulai dari sosialisasi Amdal hingga saat peletakan batu pertama proyek pada 25 Oktober 2016, warga memblokade jalan menuju tapak proyek.

Ali menambahkan, keberadaan proyek tersebut juga bertentangan dengan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik kota maupun Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Pemkot Bengkulu segel bangunan PLTU Teluk Sepang

Dalam Perda RTRW Kota Bengkulu bahkan dengan tegas menyebutkan lokasi tapak proyek saat ini merupakan zona merah rawan bencana gempa dan tsunami sehingga masuk dalam wilayah lindung geologi.

Karena itu, warga bersama aktivis mendesak Gubernur Bengkulu mencabut izin lingkungan proyek listrik tersebut. Perwakilan warga juga telah mendaftarkan gugatan izin lingkungan ke PTUN Bengkulu dan mereka berharap pengadilan membatalkan dan mencabut izin lingkungan tersebut.

Proyek PLTU batu para Teluk Sepang dibangun dengan modal pinjaman dari bank China ICBC dan The Export-Import Bank of China senilai 270 juta US Dolar. Proyek yang masih dalam tahap konstruksi ini ditargetkan rampung pada semester pertama 2020.
Baca juga: BPBD: PLTU Teluk Sepang berdiri di zona rawan bencana

Pewarta: Helti Marini S
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019