Jakarta (ANTARA) -
Terletak di jantung Ibu Kota DKI Jakarta, Masjid Istiqlal berdiri kokoh dan gagah di tengah objek vital negara. Denyutnya mampu membangkitkan rasa bangga di hati seluruh rakyat Indonesia terutama ketika kening ini telah bersujud menyentuh lantainya. Ada getaran jiwa bahagia kian terasa.

Memiliki luas super megah menobatkan Istiqlal sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara. Bangga tentunya dengan pengakuan ini, sekaligus memperkokoh posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia.

Gagasan pembangunan Masjid Istiqlal tercetus setelah empat tahun proklamasi kemerdekaan. Ide ini sejalan dengan tradisi bangsa Indonesia sejak zaman purba juga pernah membangun bangunan monumental keagamaan seperti, candi Borobudur dan Prambanan yang dibangun pada zaman kerajaan Hindu-Buddah dan juga ada Gereja Katedral.

Masjid ini mewakili umat Islam di Indonesia sebagai wujud rasa syukur atas nikmat kemerdekaan, terbebas dari cekraman penjajahan yang diraih oleh anak bangsa dengan perjuangan dan campur tangan Tuhan Yang Maha Esa.

Sebagaimana tertuang dalam alenia ketiga pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 :

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya kehidupan berbangsa yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

"Istiqlal berasal dari Bahasa Arab yang artinya Medeka," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Masjid Istiqlal, Jakarta, Abu Hurairah Abdul Sallam.

 
Tiga wisatawan Korea Selatan dipandu seorang pemandu wisata melihat kemegahan Masjid Istiqlal (ANTARA/Laily Rahamwaty)



Pembangunan Istiqlal

Masjid Istiqlal mulai dibangun tahun 1961 ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Presiden Soekarno, bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW yang disaksikan oleh ribuan umat Islam Indonesia.

Selama hampir 17 tahun lamanya pembangunan berjalan, Masjid negara Indonesia ini pertama kali digunakan pada tahun 1968 dan baru diresmikan tahun 1978 oleh Presiden Soeharto. Bukti peresmian ditandai oleh prasasti yang tertempel di area pintu As-sallam.

"Masjid Istiqlal sangat bersejarah sekali, dibangun secara gotong royong oleh seluruh rakyat Indonesia, bahkan tukang-tukangnya berasal dari berbagai suku, agama," kata Abu.

Cerita pembangunan Masjid Istiqlal juga menjadi kisah yang menarik bagi wisatawan mancanegara untuk datang berkunjung. Salah satunya arsitek yang merancang pembangunan masjid negara ini.

Arsitek tersebut adalah Frederich Silaban yang berhasil memenangkan sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal tahun 1955 dengan desaennya bersandi Ketuhanan.

F Silaban yang namanya kini dinobatkan sebagai nama salah satu jalan di Kota Bogor berhasil mengungguli puluhan arsitek yang saat itu mengikut sayembara.

"Arsitektur Masjid Istiqlal dirancang oleh arsitek seorang pendeta nasrani," kata Abu.

Nilai toleransi antar umat beragaman yang banyak terdapat dan tersimpan di dalam Masjid Istiqlal menjadi daya tarik wisatawan asing untuk mengenal lebih dekat budaya umat Islam di Indonesia.

Arsitektur Masjid Istiqlal bergaya internasional, walau sejatinya adalah tempat ibadah umat Islam, juga digunakan sebagai tempat menyiarkan toleransi antara umat beragam lewat kunjungan wisata.

Liat saja lokasinya saat ini berdiri megah di antara objek vital negara dan berdampingan dengan Gereja Katedral yang aslinya diresmikan Februari 1801.

Simbol-simbol nasionalisme juga tersimpan di dalam bangunan masjid ini seperti lantainya yang berjumlah lima lantai adalah representatif dari Pancasila serta diameter kubah utamanya sepanjang 45 meter adalah pengingat tahun kemerdekaan Indonesia yakni tahun 1945.

Lokasi pembangunan Masjid Istiqlal dulunya adalah bekas Taman Wijaya Kusuma pada era setelah kemerdekaan. Dan sebelumnya lagi, pada zaman kolonial Belanda adalah ‘Wilhelmina Park’.

"Sebelum ada masjid dulunya taman luasnya 10 hektar terdapat banyak bangunan Belanda. Orang Betawi menyebutnya gedung tanah, karena banyak ruang bawah tanah atau Benteng Citadel," kata Abu.

 
Kepala Biro Humas dan Protokol Masjid Istiqlal, Abu Hurairah AS (kanan) bersama dua petugas pemandu wisata Istiqlal (ANTARA/Laily Rahamwaty)



Wisata religi

Banyak benteng-benteng dan monumen yang tersimpan di Benteng Citadel, salah satunya monumen ‘water fall’. Di atas monumen terdapat patung malaikat bersayap dibuat untuk mengenang serdadu Belanda yang tewas pada saat perang di Aceh.

Keberadaan sisa-sisa bangunan Belanda itupun dilenyapkan usai kemerdekaan digaungkan, guna menghapus kabut kelam penjajahan selama 3,5 abad. Jika pun ingin melihat kemungkinan arsipnya tersimpan dalam dokumentasi yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kini 74 tahun Indonesia merdeka, bangunan cagar budaya itu tetap berdiri kokoh walah tampilannya mulai kusam dimakan zaman. Pemerintah melakukan renovasi besar-besar dengan menghabiskan biaya Rp465,3 miliar agar lebih nyaman beribadah dan indah dipandang mata.

Istiqlal tidak hanya tempat beribadah, tapi pusat peradaban umat Islam, menjadi rumahnya seluruh organisasi Islam, tempat berdakwah, tepat melakukan kajian dan tempat bimbingan umat Islam.

Di luar tugasnya menyiar Islam, Istiqlal juga mengemban tugas sebagai destinasi wista religi andalan DKI Jakarta. Tak tanggung-tanggung per hari mencapai 300 wisatawan asing mengunjungi, apalagi wisatawan domestik yang jumlahnya per hari tidak perlu dihitung lagi.

Sejak empat tahun terakhir Istiqlal telah terhubung dengan tempat wisata religi lainnya yang ada di Jakarta seperti Kota Tua, Islamic Center dengan menggunakan fasilitas bus 'city tour'.


Baca juga: Kunjungan wisman ke Masjid Istiqlal capai 300 orang per hari


Tentunya wisatawan ini datang bukan untuk beribadah, karena banyak di antara mereka yang memeluk agama di luar Islam, bahkan tak menyakini adanya Tuhan. Mereka hanya ingin tau dan mengenal lebih dekat budaya umat Islam Indonesia.

Wisatawan itu datang dari sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Chili, Brazil, Turky, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, China, Maroko dan masih banyak lainnya.

"Mereka kagum bisa masuk ke Istiqlal, karena tidak semua negara memperbolehkan orang luar masuk masjid berwisata. Seperti di Vietnam ada masjid yang melarang non muslim masuk," kata Abu.

Berbagai reaksi ditunjukkan para wisatawan ketika mengelilingi Masjid Istiqlal, selain kagum nilai nasionalisme yang terkandung dalam sejarah pembangunanya juga toleransi antar umat beragam yang merekat pembangunan Istiqlal.

Terkadang ada saja pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari para wisatawan saat berkunjung. Mereka menanyakan kenapa di masjid tidak ada patung. Bahkan ada pula yang menanyakan apakah umat Islam menyembah Muhammad SAW.

Istiqlal memiliki 19 orang pemandu wisata, selain Abu, ada juga Warijan (40) dan Sri Yuningsih (45) yang siap menjawab setiap tanya para wisatawan yang kebingungan.
Sri pernah menjelaskan kepada wisatawan asing bahwa umat Islam bukan menyembah patung makanya tidak ada patung di dalam masjid.

"Saya juga jelaskan bahwa umat Islam menyembah Allah yang Esa," kata Sri, pemandu Istiqlal.
 
Wisatawan asing melihat bedug raksasa di Masjid Istiqlal, Jakarta (ANTARA/Laily Rahamwaty)


Tiga lokasi penting

Tidak semua tempat di Istiqlal bisa dijelajahi oleh wisatawan asing. Ada lokasi-lokasi tertentu yang boleh mereka sambangi dan yang tidak boleh. Ada pula etika yang harus mereka patuhi.

Tiga lokasi yang boleh mereka datangi adalah lantai utama Masjid Istiqlal, dari area ini mereka bisa melihat tempat shalat dan menyaksikan umat Islam beribadah.

"Mereka tidak dibolehkan masuk ke dalam, hanya boleh di luar kapet," kata Abu Hurairah.

Tempat kedua adalah bedug seberat tiga ton yang kayunya terbuat dari satu batang pohon meranti merah (shorea wood) asal Kalimantan Timur yang sudah berusia 300 tahun.

Bedug ini memiliki diameter 2,7 meter dan panjang tiga meter. Dibuat tahun 1971 oleh PT Adikarya atas perintah Presiden Soeharto. Bedug dibuat sebagai hadiah untuk Masjid Istiqlal.

Karena faktor usia kini bedug itu tidak lagi ditabuh, hanya diperdengarkan melalui rekaman suara bedug yang sudah direkam terlebih dahulu. Bedug sesekali ditabuh saat kunjungan kepala negara ke Masjid Istiqlal.

Baca juga: Bedug Masjid Istiqlal tak lagi ditabuh


Beberapa kepala negara yang sudah mengunjungi Istiqlal seperti Bill Clinton, Presiden Amerika Serikat ke-42, Barack Hussein Obama, Presiden AS ke-44 beserta Istrinya Michelle Obama, Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Lybia, Muammar Gaddafi, Pangeran Charles, Raja Salman dari Arab Saudi, dan masih banyak lainnya, terutama para duta besar yang baru tiba di Indonesia, jadi keharusan untuk berkunjung ke Istiqlal.

Baca juga: Presiden Afghanistan saksikan budaya Islam Masjid Istiqlal


Lokasi ketiga yakni di bawah menara, dari sudut ini pengunung bisa melihat bangunan Masjid Istiqlal nan megah. Dan yang terpenting dari semua itu adalah semua kunjungan ini gratis alias tidak dipungut biaya sepersenpun termasuk pemandu wisata.

Berkunjung ke Istiqlal tidak sembarangan, bagi umat Islam tentu sudah paham betul apa-apa saja yang harus mereka perhatikan. Khusus bagi wisatawan asing, mereka yang datang dengan pakaian minim akan diberikan jubah berbahan batik dilengkapi dengan kupluk penutup kepala.

Istiqlal tidak sekedar tempat ibadah, berdiri sebagai Masjid Negara Republik Indonesia, dikelola penuh oleh Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal memiliki sarana peribadatan, olahraga, pendidikan serta tempat konsultasi tentang Keislaman.

Begitu lengkapnya Istiqlal mengemban misi, tak ayal membuat wisatawan terkagum-kagum dengan pluralisme di Indonesia. Itu yang dirasakan oleh Sebastian dan Daniela, pasangan suami istri yang mengunjungi Istiqlal, Selasa (23/7).

"Ini pertama kali saya masuk masjid, saya ingin melihat budaya umat Islam di Indonesia dan saya kagum dengan kebesaran masjid ini juga ejarahnya,” kata Sebastian.

Baca juga: Ifthar Budaya 2019 angkat perjalanan siar Islam di Indonesia
Baca juga: Nasaruddin: cagar budaya Masjid Istiqlal segera direnovasi
Baca juga: Menteri PUPR: Renovasi Masjid Istiqlal ditargetkan selesai 2020

 

Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2019