Kepiawaiannya memainkan jarum dengan seutas benang dalam menjahit sepatu sudah tidak bisa diragukan lagi.
Ia bukan seorang amatir yang baru belajar dan beralih profesi ke penjahit sepatu, namun pekerjaan itu sudah 40 tahun ia tekuni. Mungkin semua jenis sepatu sudah sangat ia pahami, dari mulai harga jutaan sampai dengan harga pasaran.
“Saya menjadi seorang penjahit sepatu dari sejak kecil saat masih duduk di kelas 2 SD. pertama karena membantu ayah. Hingga akhirnya umur 10 tahun saya berhenti sekolah dan sampai sekarang menjadi penjahit sepatu,” cerita Syahril saat ditemui di Calang, Kabupaten Aceh Jaya, Sabtu (9/11).
Syahril kini sudah memasuki usia 50 tahun, ia bersama keluarga kecilnya sudah lama menumpang tinggal di rumah milik adik kandungnya di Desa Ketapang, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya.
Dengan umur setengah abad, mungkin Syahril tidak selincah dulu lagi, namun pekerjaan menjahit sepatu seakan sudah mendarah daging dalam dirinya.
Ia sangat konsen dengan profesi saat ini, bahkan sebelum musibah besar tsunami melanda Aceh, ia pernah menjabat sebagai Ketua Serikat Penjahit Sepatu Aceh (SPSA).
"Dulu sebelum tsunami melanda Aceh saya pernah menjabat sebagai Ketua Serikat Penjahit Sepatu Aceh (SPSA) dengan anggota lebih dari 120 penjahit, kala itu di Banda Aceh,” ceritanya.
Kenangan itu seakan masih membekas dihatinya, semua terlihat saat ia bercerita tampak kesedihan terlihat di raut wajahnya.
"Kini mereka sudah tiada,” kenangnya sedih.
Ceritanya, itu memutuskan pembicaraan sejenak, mungkin kesedihan masih membekas dihatinya.
Selembar terpal berwarna, dengan beralaskan trotoar jalan. Saat ini seakan selalu setia menemani di sudut kota kecil Calang, Kabupaten Aceh Jaya, dengan jejeran sepatu di depannya membuat orang tidak penasaran lagi apa pekerjaan yang ditekuninya.
Terlihat para pelangganpun tidak jarang berdiri didepannya sambil menunggu sepatu yang sedang ia kerjakan, tidak butuh waktu lama ia bahkan bisa menjahit puluhan sepatu dalam sehari.
Menurut Syahril pekerjaan apapun yang dilakukan harus diawali dengan niat yang ihklas, sehingga berapapun hasil yang didapatkan akan bisa mensyukurinya.
"Jika dibilang cukup, tidak akan cukup, tapi saya sangat menikmati pekerjaan ini," tutur Syahril.
Ia menyampaikan penghasilan saat ini jauh dari cukup karena ia menanamkan rasa syukur dalam dirinya.
"Modal dasar saya ikhlas dan bersyukur, berapa pun hasilnya membuat saya senang," kata Syahril.
Syahril menyampaikan bahwa penghasilan ia saat ini kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu/harinya dan itu tergantung dari banyaknya pelanggan yang datang mengantarkan sepatu kepadanya.
“Rezeki saya memang di sepatu, sehari saya memiliki penghasilan kisaran Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Tergantung dari banyaknya pelanggan,” tutup Syahril.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019
Ia bukan seorang amatir yang baru belajar dan beralih profesi ke penjahit sepatu, namun pekerjaan itu sudah 40 tahun ia tekuni. Mungkin semua jenis sepatu sudah sangat ia pahami, dari mulai harga jutaan sampai dengan harga pasaran.
“Saya menjadi seorang penjahit sepatu dari sejak kecil saat masih duduk di kelas 2 SD. pertama karena membantu ayah. Hingga akhirnya umur 10 tahun saya berhenti sekolah dan sampai sekarang menjadi penjahit sepatu,” cerita Syahril saat ditemui di Calang, Kabupaten Aceh Jaya, Sabtu (9/11).
Syahril kini sudah memasuki usia 50 tahun, ia bersama keluarga kecilnya sudah lama menumpang tinggal di rumah milik adik kandungnya di Desa Ketapang, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya.
Dengan umur setengah abad, mungkin Syahril tidak selincah dulu lagi, namun pekerjaan menjahit sepatu seakan sudah mendarah daging dalam dirinya.
Ia sangat konsen dengan profesi saat ini, bahkan sebelum musibah besar tsunami melanda Aceh, ia pernah menjabat sebagai Ketua Serikat Penjahit Sepatu Aceh (SPSA).
"Dulu sebelum tsunami melanda Aceh saya pernah menjabat sebagai Ketua Serikat Penjahit Sepatu Aceh (SPSA) dengan anggota lebih dari 120 penjahit, kala itu di Banda Aceh,” ceritanya.
Kenangan itu seakan masih membekas dihatinya, semua terlihat saat ia bercerita tampak kesedihan terlihat di raut wajahnya.
"Kini mereka sudah tiada,” kenangnya sedih.
Ceritanya, itu memutuskan pembicaraan sejenak, mungkin kesedihan masih membekas dihatinya.
Selembar terpal berwarna, dengan beralaskan trotoar jalan. Saat ini seakan selalu setia menemani di sudut kota kecil Calang, Kabupaten Aceh Jaya, dengan jejeran sepatu di depannya membuat orang tidak penasaran lagi apa pekerjaan yang ditekuninya.
Terlihat para pelangganpun tidak jarang berdiri didepannya sambil menunggu sepatu yang sedang ia kerjakan, tidak butuh waktu lama ia bahkan bisa menjahit puluhan sepatu dalam sehari.
Menurut Syahril pekerjaan apapun yang dilakukan harus diawali dengan niat yang ihklas, sehingga berapapun hasil yang didapatkan akan bisa mensyukurinya.
"Jika dibilang cukup, tidak akan cukup, tapi saya sangat menikmati pekerjaan ini," tutur Syahril.
Ia menyampaikan penghasilan saat ini jauh dari cukup karena ia menanamkan rasa syukur dalam dirinya.
"Modal dasar saya ikhlas dan bersyukur, berapa pun hasilnya membuat saya senang," kata Syahril.
Syahril menyampaikan bahwa penghasilan ia saat ini kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu/harinya dan itu tergantung dari banyaknya pelanggan yang datang mengantarkan sepatu kepadanya.
“Rezeki saya memang di sepatu, sehari saya memiliki penghasilan kisaran Rp50 ribu sampai Rp100 ribu. Tergantung dari banyaknya pelanggan,” tutup Syahril.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2019