Provinsi Aceh yang menerapkan Syariat Islam ternyata belum menjadi jaminan keharmonisan rumah tangga di daerah yang dijuluki "Serambi Mekkah" itu rukun dan damai.

Hal itu terbukti dari data Mahkamah Syariah Aceh yang menunjukkan angka perceraian selama Januari 2020 di 23 kabupaten/kota masih tergolong tinggi, yakni mencapai 1.028 perkara.

Seribuan kasus itu di antaranya cerai talak mencapai 282 perkara dan cerai gugat 746 perkara.

Panitra Muda Hukum Mahkamah Syariah Aceh A Latif SH MH saat ditemui di Banda Aceh Jumat mengatakan, perselisihan atau pertengkaran yang terjadi secara terus menerus menjadi faktor utama terjadinya perceraian.

Kemudian, disusul oleh faktor meninggalkan sebelah pihak, karena faktor ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga.

"Setiap tahun angka perceraian di Aceh terus meningkat, pada tahun 2019 saja perkara perceraian yaang telah diselesaikan Mahkamah Syariah mencapai 6.048 perkara yaitu cerai gugat sebanyak 4.493 perkara dan cerai talak sebanyak 1.555 perkara," Kata Latif.

Kata Latif, angka ini terus bertambah dari tahun 2018 yakni, perkara yang diselesaikan oleh Makamah Syariah sekitar 5.179 perkara dimana cerai talak mencapai 1.427 perkara dan cerai gugat 3.752 perkara yang sudah diselesaikan.

"Sebelum menjalani sidang perceraian, biasanya ada tahap mediasi terlebih dahulu agar keluarga tersebut bisa rukun kembali," kata Latif.

Tambahnya, ketika mediasi tidak berhasil dilakukan maka saat awal sidang hakim majelis akan berusaha mengambil jalan damai terlebih dahulu.

"Biasanya ada yang berhasil ada yang tidak, kemungkinan untuk rukun kembali biasanya sedikit," katanya.

Pewarta: Zubaidah

Editor : Heru Dwi Suryatmojo


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2020