Banda Aceh 25/6 (Antaraaceh) - Hasil karya kita sebagai manusia salahsatu yang fundamental adalah negara. Negara menjadi pranata sebagai prestasi peradaban manusia untuk tujuan fitrahnya, demi mendapat kebahagiaan dunia akhirat.
Kita sebagai manusialah yang menghidupkan dan menjalankan Negara. Sebagai pranata dari hasil proses integrasi secara holistik dari berbagai unsur seperti institusi, lembaga, konvensi, adat, tradisi, norma budaya dan lian-lain.
Negara ini, disepakati untuk dijalankan dan diselenggarakan dengan nilai-nilai ketuhanan, keadilan, peradaban, kebersamaan dan azas kedaulatan rakyat. Negara yang melindungi segenap yang hidup didalamnya, melindungi yang melahirkan dan menghidupkannya.
Tentu harapannya, negara yang memajukan kesejahteraan, mencerdaskan,  peduli aktif dalam ketertiban dunia, perdamaian dan keadilan. Negara yang besar ini dihuni oleh manusia-manusia yang melahirkannya dengan belakang etnik, agama, suku, dan bangsa yang beragam.
Sehingga sangat aneh, ketika negara ini tidak memahami betul jati diri, identitas, akar budaya manusia dan bangsanya, yang notabene ia sendiri dilahirkan dan dihadirkan  oleh hal tersebut. Kealpaan Negara kepada yang melahirkan, menghadirkan, menghidupannya tersebut, sehingga memunculkan kekecewaan mendalam terhadapnya.
Maka wajar kemudian, manusia-manusia bangsa yang melahirkan dan menghidupkan Negara ini menggantungkan harapan yang tidak henti-hentinya, dalam setiap proses pergantian untuk menjalankan/memimpin negara.
Pergantian tersebut salah satunya dilakukan melalui proses pemilu yang demokratis. Pemilu Presiden tahun 2014 ini sebagai salah satunya. Hampir semua harapan, wacana, demi kemajuan, kebangkitan negara ditabuhkan.
Negara yang bangkit dari keterpurukan, bangkit dari krisis multidimensi, bangkit dari krisis kepemimpinan atau yang menjalankannya, bangkit dari runtuhnya nilai-nilai agama, moral, adat-istiadat, budaya, runtuhnya identitas, runtuh harga diri di hadapan Negara lain dan sebagainya. Sekali lagi sangat wajar harapan itu menggema, karena datang dari manusia yang melahirkan dan menghadirkannya.
Proses pergantian yang menjalankan/memimpin Negara kedepan hasil Pilpres 2014, dengan melahirkan manusia-manusia negarawan dengan mengedepan prinsip kemandirian negara dalam semua bidang; ekonomi, politik, sosial budaya dan sebagainya.
Kalaupun perlu kerjasama dengan Negara lain bukan berarti semua asset negera ini dibiarkan begitu saja untuk dieksploitasi dengan sangat murah, sementara manusia bangsa ini miskin sepanjang masa. Kemandirian politik, sosial, kebudayaan, hukum dll tanpa bisa didikte oleh kepentingan negara lain menjadi keharusan.
Tentu hal ini, kalau manusia-manusia bangsa ini masih sepakat bahwa negara ini lahir, dilahirkan, dihidupkan, digerakkan dan dijalankan oleh kita-kita sendiri sebagai manusia bangsa yang mandiri, bermartabat, berbudaya dan beradab.
Untuk memperkuat gagasan tentang Negara, Benny E. Matindas, 2007, dengan bukunya berjudul ‘Negara Sebenarnya’, dengan tegas mengatakan bahwa negara bergerak dan digerakkan hanya oleh manusia.
Namun pertanyaan mendalam muncul. Mengapa negara bukan organisme yang lebih mirip manusia dengan terus berkembang kemanusiawiannya seiring perkembangan manusia? Padahal negara merupakan organisasi manusia dan yang menjalankan atau menghidupkannya pun kita-kita sebagai manusia?
Negara memang adalah organisasi berasal dari manusia, namun secara terus-menerus bahkan untuk selamanya manusia berkembang dengan tidak mengembangkan negara sebagaimana seharusnya negara manusia. Maka negara menjadi makhluk yang menjalani evolusinya sendiri.
Kita-kita sebagai manusia memberikannya hidup, tumbuh berkembang dari memakan kita sebagai manusia serta kemanusiaan dengan menghirup darah, airmata, hak-hak, kebahagian bahkan nyawa manusia. Negara menjadi makhluk pemakan manusia. Negara sudah lebih sering tidak lagi bergerak dalam kendali atau pengorganisasian manusia. Negara menjadi raksasa pemangsa kemanusian manusia.
Terkadang tanpa disadari, dalam memperebutkan kekuasaan negara atau si pemangsa tersebut manusia-manusia berupaya mati-matian, dengan cara-cara tak bermartabat, nihil etika, bahkan berusaha memanfaatkan kekuasaan besar negara untuk memangsa sesama mereka manusia.
Sehingga sangat banyak anak manusia yang sudah jadi korban untuk kehidupan negara yang cara-cara dan konsep-konsepnya kurang tepat. Lihat saja bagaimana proses Pilpres 2014 berlansung, libido kekuasaan yang berlebihan, proses merebut negara dengan cara-cara diluar kebiasaan manusia.
Kita bisa menyaksikan, terlalu banyak sudah manusia yang dilibas kekuasaan negaranya,  kesenggsaraan, kemiskinan, ketidakadilan, karena negara dijalankan dengan cara-cara yang salah. Saksikan juga, segelintir manusia atau keluarganya berupaya menciptakan kehidupan senikmat disurga di tengah berjuta-juta manusia lain yang merana, melata ditengah-tengah kemelaratan yang mudah dianugrahkan ketidakadilan baginya.
Nah, bagi manusia-manusia berjuta-juta tersebut sebagai pemilik negara, sebagai yang melahirkan, yang menghidupkan, yang mewarnai, yang menjalankan, bahkan yang telah menjadi korban, dikorbankan, atau yang berkorban, maka untuk manusia-manusia tersebut mestinya proses pergantian pemimpin Negara melalui pilpres 2014 ini didedikasikan.
Sehingga Negara ini dapat dijalankan dengan cara-cara kemanusiaan dan benar-benar menjadi Negara manusia. Negara yang tahu diri, Negara yang menghargai  manusia-manusia yang melahirkannya,  yang menghadirkan dan yang menghidupannya. Semoga…
Dosen dan Ketua laboratorium Ilmu Komunikasi, Fisip, Unimal Aceh
Ketua Development for Research and Empowerment (DeRE)Indonesia
Email: kamaruddinkuya76@gmail.com

Pewarta: Oleh : Kamaruddin Hasan

Editor : Salahuddin Wahid


COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2014